Monday, December 24, 2012

Alhamdulillah, Pesanan Berikutnya :)


Kali ini yang pesan adalah Bu Wati (my lovely boss). Ceritanya mau bikin kejutan untuk kakak tercintanya yang tanggal 21 Desember kemarin ulang tahun. Mintanya dikasih tulisan yang lumayan panjang. Dan… akhirnya agak mengganggu penampilan kuenya sih… Mohon maaf ya Tan, saya baru punya cetakan yang itu doang… Dan ovennya pun kecil :(

Menurut testimoni rasanya enak dan manisnya pas. Alhamdulillah… *semoga berkenan dan RO ya Tante...*

Cerita di balik kue: pulang kantor keliling ke 3 tempat buat nyari jeruk lemon yang gede-gede itu buat bikin JCC pesanan. Apa daya, sepertinya lemon memang lagi langka, dan saya terpaksa pakai lemon lokal (bukan jeruk nipis yah…). Alhamdulillah masih punya kulit jeruk lemon, jadi wanginya teteup keluar. Plus ditambahkan sirup jeruk kental supaya lebih seger.

Sampai di rumah baru sadar kalau nggak punya tatakan kue yang dari plastik/triplek, akhirnya pakai alas kardus yang dibalik. Jangan tanya gimana caranya. Ya... pokoknya gitu deh. Pokoknya tetep bersih dan cantik :)

Nganter kuenya gimana? Berhubung serah terima terjadi di kantor, ongkos masih murah... cuma modal ngojek doang.

Detail Kue:
-Kue Dasar: Japanese Cheese Cake
-Topping: Jeruk Mandarin Kalengan dan Strawberry Segar (dioles Apricot Glaze) plus Huruf dari Coklat
-Ganache Putih: Whipped Cream + Cream Cheese + WCC

Daaaaan… inilah dia: Fruity Feast Japanese Cheese Cake untuk Mother Lia :)


Jumat dibayar, Sabtu langsung ke Titan. Duit langsung abis buat beli alat dan bahan. Bwahaha. Tapi tetap puaaaaas!!

Weaning With Love ala Keluarga Hisyami :)



Cerita WWL sebelumnya sudah pernah ditulis, tapi tetep aja saya gatel untuk kalau nggak cerita secara detail kisahnya *caelah...*.
Bukan gimana-gimana... WWL ini isu penting buat keluarga yang sedang melewati proses yang sama, jadi semoga cerita ini bermanfaat.

-Edukasi Bocah Sejak Dini-
Dini dalam definisi saya adalah satu minggu sebelum ulang tahun Ihya yang ke-2 :p. Itu juga setelah disadarkan orang-orang kalau Ihya sudah gede, udah nggak boleh nyusu, takut manja, and the bla and the bla...
Intinya, rajin-rajin kasih tau anak kalau ia sudah besar. Sebentar lagi sudah tidak nenen lagi, karena anak besar minumnya tidak lagi lewat Ibu, tapi pakai gelas.
Dari pengalaman saya, hindari kata-kata mengejek seperti: ”Ih, masih nenen, malu woooo....”. Umm, Ihya nggak malu sama sekali tuh. Atau mungkin justru rasa malunya termanifestasi dalam bentuk menyusu lebih sering.
Eh, I did that. Tapi ya kemudian, saya berpikir ada cara yang lebih positif. Yakinlah anak kita pintar dan pengertian. Selain itu, nggak ada yang suka diminta beradaptasi dalam waktu singkat.

-Tanpa Manipulasi-
Sudahlah, lupakan cara dengan membuat seolah nenen ibu menjadi pahit atau berdarah. Belum tentu juga si bocah sadar kalau ia dibohongi, tapi tetap aja judulnya begitu. Saya cuma berpikir bahwa proses WWL ini adalah bentuk pendidikan juga. Sebagai guru, mari beri contoh yang baik.
Saya? Wooouw... pernah dong. Hehe. Saking panik mau prosesnya cepet, saya sempat pura-pura menangis tiap Ihya nenen. Walaupun kata-katanya diolah sedemikian rupa supaya jatuhnya nggak boong, tapi rasanya tetap saja nggak sreg di hati. Cuma bertahan 2 hari saja. Hehe.

-Ibu juga Harus Ikhlas-
Percaya atau nggak, ini sulit. Saya, sok tegar pada awalnya. Dan kemudian nangis bombay sambil meluk suami bahwa saya sebenarnya belum rela untuk melepas masa-masa indah ini. Subhanallah, setelah itu rasanya ploooong banget. Saya juga berusaha berpikir jernih bahwa nggak baik juga kalau Ihya tinggal di suatu tahap terlalu lama.

-Tanpa “Kekerasan”-
Halah, judulnya serem yak... Padahal maksud saya di sini, hindari lah proses di mana anak menangis jejeritan mengiba akan nenennya. Emang Ihya nggak pake nangis gitu? Ya pake laaaaah... Kebetulan masa di mana itu adalah masa saat saya sejenak berpaling dari WWL. Tapi, yah... saya gitu loh... Mana tega... Akhirnya saya kasih lagi deh...
Tapi, kemudian saya berkesimpulan, bukan berarti Ibu harus memberikan nen saat anak menangis, melainkan dengan memberikan pengalihan yang tepat dan lagi-lagi, tanpa manipulasi. Misalanya, kalo trik dari saya:
“Eh... ini buku Abang yang baru ya? Kita baca yuk...”
“Bang, ada cicak kecil lagi lari tuh...” (beneran ada cicaknya).
“Nenen seolah-olah aja ya Bang...” (maksudnya nenen pura-pura, cuma ditempel doang)
“Nenen Ayah aja Bang” (untung ayahnya mau bersedia jadi pelipur lara sementara, walaupun kegelian setengah mati).
“Minum air putih aja ya Bang?”.
Kalau masih nangis gero-gero juga gimana? Tergantung... ikuti naluri Ibunya saja... Kalau saya sih lihat situasi. Di awal-awal penyapihan, menurut saya kasih saja. Tapi kalau penyapihan sudah mulai menunjukkan hasil sebaiknya, kasih juga *HAHA*. Jujur, saya nggak ngalamin yang begini. Kalaupun nangis, ya...masih nangis biasa dan mudah dialihkan.

-Menyangkut Fisik lainnya...-
Sebelum tidur, saya kasih makan sebanyak-banyaknya semau dia. Harapannya sih, dia bakal tidur kepulesan karena kekenyangan, hehe. Kadang berhasil kadang nggak.

-Doa-
Kan katanya doa itu mustajab ya? Eh...kita Ibu lho sekarang... Saya simpen ”trik” ini rapat-rapat karena takut riya’, serius.. Tapi, sepertinya sekarang saya buka aja deh... Hehe. Setiap ada kesempatan waktu-waktu mustajab untuk berdoa, mari doakan anak kita dengan doa yang baik, termasuk bisa disapih dengan mudah. Bahkan... menurut saya obat GTM yang paling manjur adalah doa, hehe.

-Peran Ayah-
Penting banget! Terutama untuk...
Ngajak main sebagai pengalih perhatian
Sebagai tempat nenen boongan (ini sekaligus menghibur ya...)
Sebagai penyeimbang ketegasan untuk saya yang menye-menye soal beginian.
Ada yang berpendapat peran Ayah di malam hari saat anak terbangun dan mau menyusu juga penting. Tapi saya agak berbeda, saya memilih untuk meladeni Ihya sendiri, kebetulan cara ini cocok. Saya hanya ingin Ihya berpikir bahwa saya tetap memperhatikannya walaupun ia sudah nggak nen lagi.

Terakhir,
-Every kid is special-
JANGAN pernah terpengaruh dengan proses yang dijalani orang lain jika anda yakin sudah menjalaninya dengan sebaik mungkin. Maka sebelumnya lengkapi diri kita dengan ilmu tentang apa yang terbaik.
Misalnya nih, Bunda (mertua) sudah “mendesak” saya untuk menyapih Ihya cepat-cepat dengan cara mengoleskan sesuatu yang pahit. Eh, eik nggak nyalahin Bunda kok, karena mungkin pada masanya cara demikian lah yang terbaik. Berikan pengertian secara halus. Atau jawab saja dengan senyum dan anggukan.
Misalnya juga, tetangga sebelah sudah pesta-pora karena anaknya bisa begini dan begitu. Ya sudah… Setiap perkembangan anak berbeda kok. Bersyukur saja baha si bocah lebih sulit disapih karena begitu dekatnya ia dengan sang Ibu :)
Semakin tertekan, saya yakin akan semakin sulit. Selain menjalaninya jadi penuh beban, takutnya niat juga jadi melenceng.

Alhamdulillah, akhirnya ketulis juga semua tentang WWL yang ada di kepala. Doakan ya, semoga saya, Ihya, dan Ayah bisa melewati proses WWL ini dengan baik dan dengan hasil yang baik pula.

Selamat ber-WWL

Tambahan: Hari ini usia Ihya sudah menjelang 3 tahun, artinya proses WWL sudah berlalu hampir satu tahun. Tapi anak sulung saya itu masiiih aja suka curi-curi dan cari-cari kesempatan untuk pegang ataupun cium nen saya dengan berbagai modus. Kalau saya sedang merasa biasa aja saya nggak terlalu permasalahkan. Tapi kalau sudah berlebihan dan tidak nyaman saya akan larang. Anaknya pun cuma ketawa jahil. Intinyaaa... sampai sekarang Ihya dan Saya masih berproses, don't rush your weaning.

Ihya Sudah Besar :)



Dulu, saat saya akhirnya merasakan betapa indahnya menyusui Ihya, saya berkata pada diri saya sendiri: seandainya saya ibu yang egois, maka saya akan menyusui Ihya selamanya. Itu menggambarkan bahwa perasaan bahagia dan kegembiraan yang saya rasakan saat menyusui memang benar-benar luar biasa. Sampai saya emoh melepaskannya. Percaya nggak, pernah lho, suatu malam saya sulit memejamkan mata. Setelah beberapa waktu bengong-bengong nggak jelas, saya membangunkan Ihya yang tengah tertidur lelap agar menyusu. Saya berharap oksitosin dan endorphin yang muncul bisa membantu saya untuk terlelap. Dan usaha tersebut berhasil!! *ibu macam apa ini...*

Saat masa awal kelahiran Ihya saya juga akhirnya tahu, bahwa ada satu metode yang dianggap terbaik untuk menyapih buah hati. Weaning With Love (WWL). Pada dasarnya saya nggak peduli mau menyapih dengan cara apapun. Saya hanya peduli bahwa cara yang saya pakai adalah yang terbaik. Paling tidak saya telah mengusahakan cara yang terbaik. Begitu juga dengan menyusui. Begitu juga dengan MPASI. Dan begitu juga dengan menyapih.

WWL secara singkat (menurut saya) adalah cara menyapih tanpa trauma, cara yang jujur, cara yang mendewasa, dan tentu saja, penuh cinta. Secara operasional, WWL saya terjemahkan sebagai: kalau minta, kasih. Kalau nggak, diamkan. Eh, lama ya bo’ kayaknya kalau gini mah? Saya ingat betul saat Mega disapih. Itu jeritannya sampai tetangga 3 rumah di depan. Sekarang pilihannya: WWL tapi lama. Nggak WWL tapi cepat. Yaaa.... sudahlah, tetep hidup WWL!!

Saya sudah siap dengan kemungkinan Ihya akan menyusu sampai usia 3 tahun sekalipun. Saya berusaha menyiapkan diri tentang pandangan orang dan lain sebagainya. Dan di dalam hati kecil, saya merasa bahwa menyusui lah yang melekatkan Ihya pada saya. Sementara saya bekerja, trus, apa lagi dong senjata gue? Hehe. Ini juga yang membuat saya sok tabah dengan WWL, padahal mah emang pingin lama-lama aja nyusuinnya.

Dan kemudian, waktu berlalu. Bulan demi bulan. Sampai akhirnya tinggal beberapa hari saja menuju Ihya usia 2 tahun. Whattt??!! Cepet banget!! Saya yang tadinya santai pun mulai panik karena orang sekitar sudah mulai menyarankan Ihya untuk disapih. Sempat saya berpaling dari WWL karena khawatir Ihya tidak akan mau melepas masa menyusuinya. Namun, saya harus balik lagi. Menyusui Ihya = perjuangan berat buat saya, apalagi di awal masa menyusui. Maka saya akan melepasnya dengan cara yang terbaik, sesulit apapun itu.

Sekarang Ihya berusia 2 tahun 9 hari. Entah sejak beberapa hari yang lalu Ihya bisa dibilang sudah nggak nenen lagi. Serius, saya sempat terdiam beberapa saat karena memikirkannya. Saya sedih, tapi saya juga bahagia. Karena kami melepas satu sama lain dengan cara yang minim tekanan. Tanpa manipulasi. Tanpa tangis berlebihan. Ini indah menurut saya. Saya hanya tak menyangka sebegini cepat.

Sementara ini, saya bisa bilang kalau Ihya sudah berhasil disapih dengan baik. Saya juga telah melaksanakan kewajiban untuk menyusui Ihya. Namun, kelak kedekatan kami akan berganti bentuk dari waktu ke waktu. Tinggal di satu tahap terlalu lama berarti saya menghambatnya untuk menjadi besar dan dewasa. Tapi, tetep ya, alih-alih meminta anakku supaya cepat besar, sepertinya saya lebih ingin Ihya melalui semua tahapan perkembangan hidupnya dengan baik, walaupun mungkin melalui waktu yang lebih lama.

Selamat menempuh petualangan-petualangan baru, Nak!! Ibu loves you :)

-Terimakasih untuk Ayah yang luar biasa. Nggak tahu deh kalau nggak ada Ayah jadinya gimana... Love you to, Bun!-

*) Cerita lebih lengkap di posting selanjutnya.

Tidur Tanpa Nen, hehe.
Kayaknya sebentar lagi siap disunat nih, hehe
Plus mulai emoh disuapin

Saturday, October 27, 2012

Pesanan Pertama *jeng...jeng...*



Bismillahirrahmanirrahiim...

Hari ini adalah hari yang sangat bersejarah buat saya karena... hari ini pesanan kue pertama dalam hidup (yang dibayar pakai uang ya, bukan terimakasih dan senyum) akhirnya diantaaar...

Buat yang kenal dengan saya (lebih tepatnya sekantor) mungkin mulai merasakan bau-bau dapur pada diri saya belakangan ini. Awalnya suka coba-coba resep. Kemudian ikut kursus. Lalu mencoba resep-resep yang agak rumit yang otomatis juga membuat saya ganjen sama yang namanya loyang, cetakan, bahan kue, dan teman-temannya.

Tujuan utamanya, jujur saja... lebih pada kesenangan diri dan orang lain. Tapi nggak ada salahnya toh kalau bisa menghasilkan uang? *dasar emak-emak*. Akhirnya saya mencoba untuk menuju tahap selanjutnya: Terima pesanan! Diawali dengan membuat kue untuk acara keluarga, bawa kue ke kantor, dan kemudian menerima pesanan yang sesungguhnya.

Mau tahu siapakah sang pemberani itu?? Mama Esta!! Mbak Esta ini adalah teman sekantor, duduknya pas di samping saya. Sebagai sesama penyuka dapur, sepertinya tujuan Mbak Esta mesen kue lebih pada dukungan pada sesama teman. Hehe. Awalnya ragu. Beneran. Takut nggak enak. Takut kemahalan. Ntar susah nganternya. Ntar ini. Ntar itu. Hah, capek. Kapan mulainya? Saya cuma berpikir, saya nggak akan tahu kalau nggak coba.

Pesanannya adalah: Fruity Feast Japanese Cheese Cake untuk ultah Yoona sang keponakan. Bukan kue ulang tahun yang meriah khas anak-anak, ini adalah kue untuk dimakan para orang tua. Hehe. Jadi hiasannya yang sederhana sajah... Paling ditambah tulisan YOONA dari WCC yang dikasih pewarna ungu. Plus bonus lilin.

Jumat pagi kue dibuat.

Sabtu pagi kue dihias.

Sabtu pagi agak siang kue diantar.

Dan benarlah kenapa Rasul mengompori kita semua untuk jadi wirausahawan... Karena memang nggak mudah. Bukan cuma butuh keahlian, tapi juga kesenangan. Bukan cuma butuh kesenangan, tapi juga strategi. Bukan cuma butuh strategi, tapi juga eksekusi. Bukan cuma eksekusi, tapi juga persistensi. Aaah... padahal baru satu kue, pelajarannya udah bikin lumayan deg-degan. Apalagi adegan nganter kue *ketok-ketok meja kalo inget*.

Bagaimanapun, saya bersyukur mengambil kesempatan tersebut. Saya juga berterimakasih buat Mbak Esta yang memberikan pesanan. Pelajarannya banyak, dan insyaAllah bertambah saat ada pesanan-pesanan berikutnya.

OOT dikit, JCC yang saya buat untuk Mbak Esta menurut saya adalah yang terbaik dari 5 JCC yang pernah saya bikin. Saya sampe nggak tega mau ngehiasnya. Mlenak mlenuk seksi banget tuh JCC waktu baru mateng... Pingin dijadiin bantal deh rasanya :D

Sooooo... buat kawan-kawan yang mau mencoba kue buatan saya, silahkan lho. Selain membuat diri Anda mencoba kue enak, Anda juga membuat saya senang, dan mendekatkan diri saya pada impian-impian *tsaaah...*

Fruity Feast JCC
Oia, sebenarnya ini bukan kue yang saya buat untuk pesanan, tapi kurang lebih beginilah bentuknya. Selain itu nama Fruity Feast suamiku yang kasih :)

Wednesday, October 10, 2012

What Makes Me Busy Lately


Bismillahirrahmanirrahiim...

Baru saja saya ngecek blog dan mendapati bahwa terakhir kali blog ini di-update adalah tanggal 27 Agustus 2012. Itu berarti sebulan lebih yang lalu. Waaaw... lama juga yah... Padahal sebenarnya saya sudah menyiapkan beberapa materi untuk dipajang di blog lho... Yang mana mayoritas adalah tentang hobi baru saya: Baking J

Jujur saja, saya lupa kapan terakhir kali saya benar-benar bersemangat, penasaran, tak putus asa, mencoba sampai mendekati kesempurnaan seperti saat saya memasak (kue). Mengenang perasaan ini bahkan bisa membuat saya bahagia. Yak, bahagia.

Saya harus akui perasaan ini tak saya dapatkan dalam pekerjaan. Walaupun sesuai sama bidang ilmu, tapi pekerjaan rutin kadang mengurangi makna yah... Dan mungkin karena dikaitkan dengan embel-embel pekerjaan, ya... saya memaknainya sebagai: kerja.

Saya dan suami amat sangat mendukung satu sama lain untuk menemukan hal yang membuat hati kami berbunga, bersemangat. He found it in photography, and I found it in cooking. We’ve been blessed!! Bahkan kalau bosan atau BT dengan pekerjaan kantor, saya langsung pingin kabur ke dapur dan masak!! Seorang teman bahkan pernah bertanya, kok sempet sih? Pagi-malem kerja. Pulang kantor main sama anak. Kapan manggangnya? Jawabannya: ya...setelah anak tidur. Alhamdulillah suami ikutan seneng. Bukan karena bisa makan kue sering-sering ya... Tapi, dia ikut bahagia saya menemukan sesuatu yang saya suka dan membuat sa bersemangat. Kadang saya merasa hal ini diilhamkan begitu saja...

Ngomong-ngomong, penasaran nggak sih kenapa tiba-tiba jadi seneng masak khusunya baking? Saya sendiri nggak tau persis kenapa. Ada beberapa hal yang saya pikirkan. Pertama, Mamah itu jago masak. Masakannya enak, dan medok. Berani bumbu lah pokoknya. Beliau juga mengedepankan kesempurnaan. Bahan-bahan harus benar-benar bagus dan bersih. Bumbu harus banyak. Ya, semacam itu lah... Tapi beliau boleh dibilang tak pandai bikin kue. Di rumah ada mixer, tapi nggak ada oven. Maka, sepanjang ingatan saya, itu mixer hanya beberapa kali keluar kardus selama bertahun-tahun. Maka membuat kue, jujur saja adalah hal yang ajaib buat saya. Membuatnya seperti membuat karya (emang begitu bukan?). Semakin indah dan sempurna, semakin senanglah hati ini J. Selain itu, mungkin hal yang alamiah ya... setelah menikah dan punya anak hasrat memasak memang agak timbul sih, dan semakin kuat setelah punya oven listrik.

Jadi, mohon jangan bosan kalau beberapa waktu belakangan isi blog ini terdiri dari foto-foto hasil masakan ya... Sebenarnya banyaaak banget hal yang ingin saya tulis. Namun saya sendiri masih berusaha membuat manajemen waktu yang lebih baik bagi diri saya sendiri. Menulis adalah hal yang WAJIB dimasukkan dalam agenda kok.

Daaan... tolong jangan sungkan untuk bilang: “coba dong kuenya”. Bagaimana caranya itu urusan nanti. Karena salah satu hal yang saya nikmati adalah: saat orang lain mencobanya dan bilang “enaaaaak!!”

Monday, August 27, 2012

10 Hari di Rumah



Kali ini saya cinta banget dah sama PT XXX. Bayangkan… sementara PNS sudah harus masuk dari H +4 Lebaran, saya masih leha-leha sampai H+7!! Eh, ntar dulu… siapa bilang leha-leha? *barusan, kamu sendiri yang bilang leha-leha, Dahlia…* Intinya, berasa amat sangat seperti Ibu Rumah Tangga (IRT) selama 15 hari kemarin. Belanja, beberes, cuci, seterika, bikin kue, ngurus anak.

Nah, yang disebut terakhir adalah yang paling menantang!! Kerja 5 hari dalam seminggu, walaupun dengan keistimewaan berangkat siang, pulang siang, dan pulang cepat, tetap saja membuat frekuensi pertemuan saya dan Ihya jauh dari IRT atau IBdR (atawa Ibu Bekerja dari Rumah). Di rumah selama sekitar dua minggu tidak bisa dipungkiri membuat saya… kaget.

Pada saat itu saya benar-benar sadar dan ngeh, bahwa Ihya sekarang  sudah hampir 19 bulan. Sebentar lagi akan memasuk masa-masa “challenging two” dan pemanasannya sudah dimulai dari sekarang.
Ihya bukan lagi sudah bisa berjalan, tetapi sudah bisa berlari (tepatnya, Ihya lebih senang berlari daripada berjalan, apalagi kalau Ibu sudah kasih aba-aba “pelari kelas duniaaa!!!”).
Sudah bisa naik tangga.
Sudah bisa bilang “NGGAK” (plus gerakan tangan dan mulut menyunyu setelahnya).
Sudah bisa menolak makanan sambil bilang “kenyang”.
Sudah kenal menangis keras dan meraung.
(bahkan) Sudah bisa memukul.
Sudah bisa bermanja dengan Ibu (pokoknya kalau ada Ibu maunya sama Ibu!! Jatuh atau sakit maunya ditiup Ibu, disuapin sama Ibu, minum sama Ibu). Kalau nggak keturutan, bisa ditebak reaksinya kan?

Kalau kata suami, saya mulai terlihat lebih emosional dan sensian. Baik sama Ihya maupun sama suami *Astaghfirullah*. Saya harus akui, semua ini susah. Saya harus nyetok sabar lebih banyak lagi. Beberapa kali saya melotot, sentil, dan berkata dengan suara keras kepada Ihya. Saya dan suami bersepaham hal-hal tersebut boleh dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Terutama untuk sesuatu yang benar-benar terlarang seperti menyakiti diri sendiri atau orang lain. Namun, saya sadar betul saya bukan dalam kondisi tenang saat melakukannya.

Saya terkenang video Ibu yang memukuli anaknya. Astaghfirullah… saya harus istighfar banyak-banyak. Setelah badai berlalu, saya baru menyadari bahwa tidak ada pendidikan saat orangtua melakukannya dengan emosi di ubun-ubun atau tempramen tinggi. Tidak ada.

Alhamdulillah, saya terhitung masih banyak sabarnya, hehe. Cara paling ampuh adalah tarik napas, minta bantuan orang lain saat sudah benar-benar tak sanggup, atau cara terakhir ya… tutup kuping pakai mata. Hehe. *bingung kan…*

Eh, tapi saya mendapati satu hal yang menyentuh di hari Sabtu kemarin… Ihya nggak mau tidur. Diajak tidur nangis. Akhirnya kami diamkan sampai Ihya tenang. Namun, biasa lah… saya nggak tegaan… Tapi saya tahu, bicara sama Ihya saat ini tak ada gunanya. Saya usap-usap kepalanya. Suami menyusul dengan meniup kepala Ihya sehingga terasa lebih adem. Alhamdulillah, tangisnya berhenti. Ihya mungkin tak bisa memahami kata-kata dengan baik saat meraung seperti itu, tetapi Ihya pasti bisa memahami perasaan dan bahasa tubuh kami… Usapan kami berbicara lebih banyak…

Laluuu… apakah kemudian niat saya menjadi IRT atau IBdR surut. Nggak, sama sekali nggak. Ini hanya masalah adaptasi. Kami sama-sama beradaptasi. Punya anak memang repot, hehe. Tapi sungguh saya tidak mampu membayangkan menghapus Ihya dari hidup saya. Tidak sanggup juga membayangkan bagaimana rasanya. Ihya adalah dunia sekaligus akhirat kami. Penyejuk mata dan hati...

Wednesday, August 22, 2012

She's 54 Now...

Every family has it’s own story...
And this is ours:



dan ini anak kecil ketawa tawa berasa dia yang dikasih kue. hehe

Cake and candles are not the tradition. We just have no idea of how to give (another) surprise. Hehe.

I hope a very great life now and after for you, Mom. A passionate life.

We love you, happy 54th birthday. May Allah bless and protect you always.

Eid Mubarok!!


Assalamualaikum!!

Owwwwwhhhhh... It’s been a looong...time since my last writing... Dan rasanya kangen banget buat menulis. Tetapi ternyata selalu terkalahkan oleh hal lain. Dan ternyata juga, saya baru sadar kalau huruf “Y” di keyboard rusak *lirik Ihya dengan tatapan ibu tiri*.

*Tapi kemudian lumer melihat Ihya bobo...*

Sudahlah... Saya lagi semangat. Berkeringat habis nyeterika dan bersemangat lebih tepatnya. Waktu-waktu yang cuma bisa ditemui kala saya sendirian dan nggak ada kerjaan. Hehe.

Hari ini hari ke-4 bulan Syawal 1433 Hijriah. Saya mulai rindu Ramadhan... Serius. Saya sudah 11 tahun pakai jilbab. Pakai jilbab biasanya jadi sebuah titik penting dalam pemaknaan seorang muslimah terhadap keislamannya. Namun, baru kali ini saya sebegitu mellow meninggalkan Ramadhan. Alasannya sederhana, saya nggak pernah punya kekuatan untuk beribadah seintensif bulan Ramadhan di bulan-bulan lain. Di sini saya hanya menghitung dari segi kuantitasnya saja. Kualitas saya nggak bisa menilai.

Lah, terus?? Kenapa baru Ramadhan kali ini? Sebelum bulan Ramadhan 1433 H ini, saya lagi getol-getolnya melahap Grey’s Anatomy *telat amat yak*. Biasanya jadwal nonton adalah setelah anak tidur. Sampai akhirnya  di season ke-7 episode ke sekian suami protes. Walaupun berdalih nonton buat penyegaran, tapi tetep aja kena di hati. Apalagi saat itu Ramadhan sebentar lagi. Suami mengingatkan buat memperbanyak ibadah, latihan menuju bulan Ramadhan.

Okay, saat itu nonton saya stop. Antara setuju dengan omongan suami dan ingiin membuktikan bahwa saya BISA mengendalikan diri dengan baik. Alhamdulillah, walaupun niatnya nggak lurus-lurus amat, tapi perlahan saya mulai mendapatkan ritmenya.  Selain itu, inilah salah satu berkahnya menikah menurut saya. Ada yang mengingatkan dan ada teman begadang. Padahal badan rasanya udah cuapek banget. Tilawah juga baru kekejar kalau Abang sudah tidur. Ramadhan saya mungkin jauh dari sempurna, tapi Ramadhan kali ini saya merasa amat optimal. Bahkan dibandingkan saat belum menikah.

Karena itu, sedih sekali saat sadar Ramadhan hampir habis. Kalau nggak Ramadhan, mungkin nggak akan bisa kayak gini. Allah, semoga Engkau pertemukan kembali aku dengan Ramadhan-Mu. Dan Engkau kuatkan aku untuk menjalaninya sebaik mungkin J.

Eid Mubarok!! Semoga Hari Raya ini penuh barokah... Semoga kita tak terlena...

Mohon maaf lahir & batin...

Note:
Oia, sejak nikah saya akhirnya merasakan yang namanya kumpul lebaran sejublek. Hehe. Maksudnya kumpul super rameee dengan jumlah orang seumuran yang cukup banyak. Kalau mau lihat foto-fotonya, silahkan mampir ke sini ya... 

Monday, June 11, 2012

Haikal Hebat



Fidgety Fish

Proud Pufferfish

Clickety Crab

Super Seahorse

Mereka adalah beberapa tokoh di buku cerita “Fidgety Fish” milik Ihya. Dan sekarang Ibu mau menambahkan satu tokoh yang akan Ibu ceritakan untuk Ihya saat ia sudah agak besar: Haikal Hebat.

Abang, Haikal adalah anak dari teman kerja Ibu. Umm… sebenarnya Ibu baru ketemu papanya Haikal hari Senin kemarin, tetapi sepertinya Ibu bisa cukup berempati dengan apa yang sedang dihadapinya.

Haikal saat ini sedang sakit. Bukan diare atau pilek yang suka iseng mampir ke tubuh Abang, tetapi penyakit yang bisa membuat penderitanya dirawat di ruang ICU. Oh iya, ICU itu adalah Intensive Care Unit. Pasien yang dirawat di sana biasanya dalam kondisi gawat dan harus diawasi setiap saat. Nama penyakitnya sepsis atau infeksi darah. Infeksinya disebabkan oleh bakteri. Sayangnya… Antibiotik yang diberikan belum mampu menghilangkan kuman dari tubuh Haikal.

Umur Haikal sama seperti Abang. Namun, apa yang ia lalui jauh lebih berat Nak. Ia harus melawan penyakitnya. Tahukah Abang? keinginan yang besar untuk sembuh adalah senjata utama seorang pasien. Haikal tidak rewel, sama seperti Abang. Haikal juga kuat seperti Abang. Walaupun sakit, Haikal menjalan perawatannya tanpa banyak tangis.

Abang, sesungguhnya kita harus banyak bersyukur Nak, sekecil apapun nikmat yang Allah berikan, kita harus mensyukurinya.
Saat Abang enggan makan, kita ingat Haikal yang harus “makan” dari selang infus.
Saat Abang batuk, kita ingat Haikal yang paru-parunya harus dibersihkan.
Saat Abang merengek, kita ingat Haikal yang sabar dengan alat-alat di tubuhnya.
Dan saat Abang terjatuh, kita ingat Haikal yang belum bisa berjalan.

Kita akan mensyukurinya bersama dengan cara yang terbaik, juga dengan mendoakan yang terbaik bagi Haikal yang hebat.



Monday, June 4, 2012

Ini Tidak Adil!!

38 tulisan, baru tanggal 1 Juni kemarin dapet stat pengunjung blog paling tinggi, gara-gara memajang foto Ihya hasil karya suami. Hah... marilah kita coba cara ini lagi, hehe *kesannya pemburu stat banget sih...*

Nggak kok, hanya nggak tahan untuk tidak menunjukkan foto si anak lucu karya si bapak lucu. Cekidot.




Tambah cinta... 



Friday, June 1, 2012

Prepare for Pregnancy, Birth, and Parenting


Markijut, mari kita lanjut…
Mohon maaf kepada tema HS karena saya teralihkan yaaaaa… >_<
Di posting sebelumnya, disebutkan 8 prinsip Attachment Parenting, coba saya ulas satu-satu ya…

Pertama, Mempersiapkan Kehamilan, Kelahiran, dan Proses Menjadi Orangtua
Menjadi orangtua bahkan sudah dimulai sebelum hamil ya… Mungkin banyak dari calon ibu dan ayah yang sudah senang mencari informasi tentang parenting sebelum si buah hati lahir. Namun, tidak bisa dipungkiri, peristiwa kehamilan lah yang menjadi kesempatan terbesar bagi ayah dan ibu untuk mempersiapkan diri untuk proses parenting baik secara fisik, mental, dan emosional. Termasuk didalamnya merencanakan dan mempersiapkan proses kelahiran dan perawatan bayi yang kita inginkan, tidak ketinggalan, praktek parenting apa yang ingin kita terapkan? Di sinilah pentingnya mencari informasi sebanyak mungkin dari sumber yang tepat.
Saya? Saya dan suami membaca dan belajar… tapi jujur saya merasa masih banyaaaaak sekali yang kurang. Bahkan untuk urusan yang umum seperti peralatan bayi saya tidak terlalu “heboh”.  Lalu, hal apa saja yang perlu disiapkan?
- Coba deh… refleksikan masa kecil kita, menyenangkan nggak? Saat membayangkannya, kita juga pasti akan membayangkan cara orangtua mendidik kita. Dari sana, kita bisa mendapatkan gambaran masa kecil seperti apa yang ingin dialami oleh anak kita, dan ingin menjadi orangtua seperti apakah kita kelak. Setelah itu, bolehlah kita eksplorasi lebih dalam tipe, cara, dan filosofi parenting dari berbagai budaya, agama, teori, dll. Sehingga kita bisa mulai mengekstraksinya untuk kemudian diterapkan untuk keluarga kita.
- Jauhi emosi-emosi negatif selama kehamilan. Selama kehamilan memang terdapat beberapa masalah datang silih berganti yang cukup berat buat saya. Saat episode-episode itu datang, saya merasakan Ihya bergerak kencang. Sebagai bagian dari tubuh kita, mustahil sang bayi tidak ikut merasakannya. Untuk membuat bayi tenang dan nggak ikut-ikutan stress, mari jauhi emosi negatif J.
Yang tidak kalah penting adalah persiapan fisik dari sebelum kehamilan, makan-makanan bergizi, dan berolahraga secara teratur. 3 hal tersebut membantu kehamilan yang sehat serta dapat mengurangi keluhan-keluhan selama kehamilan. Bahkan ada teman saya yang rajin sakit justru sehat beut pas hamil, dan kemudian sering sakit lagi setelah melahirkan. Alhamdulillah saya nggak banyak mengalami keluhan saat hamil. Namun, karena dari awal kurang olahraga, memang badan lebih cepat lelah. Memang tidak bisa dimulai mendadak, harus disiapkan dari sebelum masa kehamilan. Kehamilan yang sehat akan lebih membahagiakan untuk Ibu dan pasti lebih membahagiakan bagi bayi.
- Selanjutnya mengenai tempat/fasilitas kesehatan yang merawat kita selama kehamilan dan kelahiran. Sayangnya, memang nggak semua RS/Klinik ramah Ibu dan Bayi. Ini bukan sekedar soal dokter yang galak atau nggak ya… Hehe. Ini juga menyangkut “ideologi” yang dianut oleh RS. Apa saja yang perlu dicari tahu bisa dilihat di sini dan di sini. RS yang ramah Ibu dan Anak tentunya juga akan mengajak Ibu untuk senantiasa sadar dan aktif pada saat proses kelahiran. Ketahui pula hal-hal rutin yang berkaitan dengan perawatan bayi untuk didiskusikan dengan RS dan tenaga kesehatan.
Kemudian, setelah melahirkan, Ibu biasanya merasa luar biasa lelah, apalagi yang melahirkan spontan. Kadang ASI tidak langsung keluar. Kadang suami dan keluarga belum betul-betul Pro ASI. Kadang tamu-tamu yang datang bukan bikin seneng malah bikin panik. RS yang ramah Ibu dan Anak akan sangat meringankan lho… Biar mereka yang bertitah dengan gelar ahli kesehatannya. Hehe.
- Nyambung nih sama poin di atas, mengenai ASI. ASI Eksklusif itu 6 bulan, tidak kurang tidak lebih. Menyusui tidak selalu mudah dan langsung bisa. Pun kalau sudah bisa masih ada waktu 2 tahun yang etap perlu dijaga. Oleh karena itu, ada baiknya calon Ibu dan Ayah mengedukasi diri dan keluarganya. Seringkali hambatan yang ada sebenarnya minor dan bisa dicarikan solusinya, tetapi karena pengetahuan yang kurang ASI Eksklusif justru gagal.
Edukasi sepertinya memang poin penting, pengetahuan yang sudah berkembang begitu pesat di sekitar kita rasanya sayang kalau tidak dicari dan dimanfaatkan. Termasuk tentang ASI, tahap-tahap perkembangan anak (jadi nggak perlu panik kalau perkembangan anak telat-telat dikit dan membuat ekspektasi orang tua kepada anak menjadi lebih rasional).
-Dari poin sebelumnya, terlihat kan, bahwa parenting adalah tugas Ayah dan Ibu, bukan hanya salah satunya (memang berat ya jadi Ayah…). Karena itu, jadikan masa kehamilan sebagai “bulan madu” kedua. Bulan madu yang tidak sekedar romantis, tetapi bulan madu yang semakin memperkuat komitmen berkeluarga serta menciptakan hubungan yang lebih sehat.
- Jadi orangtua, untuk anak keberapapun selalu jadi pengalaman baru yang tidak selalu mudah dilalui. Sang bayi ini “penuntut” loh… Artinya, ia memang membutuhkan perhatian penuh dari kita. Jika merasa membutuhkan, tidak masalah mempertimbangkan untuk memiliki ART untuk membantu pekerjaan Anda. Bahkan ada orang-orang yang memang bekerja sebagai pengasuh untuk masa-masa awal saja (di Amerika sonoh kali ya…), istilahnya doula. Kalau di Indonesia (termasuk saya sendiri), biasanya Ibu yang baru melahirkan didampingi oleh ibu atau mertuanya disamping ART. Buat saya ini amat membantu, memberikan rasa aman dan nyaman sekaligus pengetahuan tentang merawat bayi.
- Saat kondisi-kondisi yang tidak diinginkan muncul, seperti: kata dokter harus SC!!, Anak kuning, harus kasih formula!! Anak kena infeksi, harus kasih AB, harus dirawat !!, dll… tenang adalah pilihan pertama. Selanjutnya, coba tanyakan dan cari tahu hal-hal berikut ini:
  • Apa keuntungan dari intervensi yang akan diberikan? Cukup sepadankah? Jangan lupa untuk tetap mempercayai insting Anda sebagai orangtua.
  • Apa resiko yang akan datang jika intervensi tidak dilakukan?
  • Ada pilihan lainkah?
  • Saya punya waktu berapa lama untuk memutuskan?
Nah, poin terakhir ini menurut saya adalah poin “pamungkas”: Remain flexible! Saat segala sesuatu (baik sudah bersiap maupun tidak) berjalan tidak sesuai dengan keinginan kita, tetaplah berpikir positif dan fleksibel. Memikirkan hal yang tak ideal yang sudah terjadi terus menerus hanya akan membuat kita stress. Dalam masa-masa ini, sungguh, kita nggak butuh tambahan distress sedikitpun.
Sip, poin pertama sudah selesai. Masih ada poin-poin lanjutan, tetapi akan disambung ke posting berikutnya lah ya… Mari terus belajar, Happy Parenting J