Monday, December 24, 2012

Alhamdulillah, Pesanan Berikutnya :)


Kali ini yang pesan adalah Bu Wati (my lovely boss). Ceritanya mau bikin kejutan untuk kakak tercintanya yang tanggal 21 Desember kemarin ulang tahun. Mintanya dikasih tulisan yang lumayan panjang. Dan… akhirnya agak mengganggu penampilan kuenya sih… Mohon maaf ya Tan, saya baru punya cetakan yang itu doang… Dan ovennya pun kecil :(

Menurut testimoni rasanya enak dan manisnya pas. Alhamdulillah… *semoga berkenan dan RO ya Tante...*

Cerita di balik kue: pulang kantor keliling ke 3 tempat buat nyari jeruk lemon yang gede-gede itu buat bikin JCC pesanan. Apa daya, sepertinya lemon memang lagi langka, dan saya terpaksa pakai lemon lokal (bukan jeruk nipis yah…). Alhamdulillah masih punya kulit jeruk lemon, jadi wanginya teteup keluar. Plus ditambahkan sirup jeruk kental supaya lebih seger.

Sampai di rumah baru sadar kalau nggak punya tatakan kue yang dari plastik/triplek, akhirnya pakai alas kardus yang dibalik. Jangan tanya gimana caranya. Ya... pokoknya gitu deh. Pokoknya tetep bersih dan cantik :)

Nganter kuenya gimana? Berhubung serah terima terjadi di kantor, ongkos masih murah... cuma modal ngojek doang.

Detail Kue:
-Kue Dasar: Japanese Cheese Cake
-Topping: Jeruk Mandarin Kalengan dan Strawberry Segar (dioles Apricot Glaze) plus Huruf dari Coklat
-Ganache Putih: Whipped Cream + Cream Cheese + WCC

Daaaaan… inilah dia: Fruity Feast Japanese Cheese Cake untuk Mother Lia :)


Jumat dibayar, Sabtu langsung ke Titan. Duit langsung abis buat beli alat dan bahan. Bwahaha. Tapi tetap puaaaaas!!

Weaning With Love ala Keluarga Hisyami :)



Cerita WWL sebelumnya sudah pernah ditulis, tapi tetep aja saya gatel untuk kalau nggak cerita secara detail kisahnya *caelah...*.
Bukan gimana-gimana... WWL ini isu penting buat keluarga yang sedang melewati proses yang sama, jadi semoga cerita ini bermanfaat.

-Edukasi Bocah Sejak Dini-
Dini dalam definisi saya adalah satu minggu sebelum ulang tahun Ihya yang ke-2 :p. Itu juga setelah disadarkan orang-orang kalau Ihya sudah gede, udah nggak boleh nyusu, takut manja, and the bla and the bla...
Intinya, rajin-rajin kasih tau anak kalau ia sudah besar. Sebentar lagi sudah tidak nenen lagi, karena anak besar minumnya tidak lagi lewat Ibu, tapi pakai gelas.
Dari pengalaman saya, hindari kata-kata mengejek seperti: ”Ih, masih nenen, malu woooo....”. Umm, Ihya nggak malu sama sekali tuh. Atau mungkin justru rasa malunya termanifestasi dalam bentuk menyusu lebih sering.
Eh, I did that. Tapi ya kemudian, saya berpikir ada cara yang lebih positif. Yakinlah anak kita pintar dan pengertian. Selain itu, nggak ada yang suka diminta beradaptasi dalam waktu singkat.

-Tanpa Manipulasi-
Sudahlah, lupakan cara dengan membuat seolah nenen ibu menjadi pahit atau berdarah. Belum tentu juga si bocah sadar kalau ia dibohongi, tapi tetap aja judulnya begitu. Saya cuma berpikir bahwa proses WWL ini adalah bentuk pendidikan juga. Sebagai guru, mari beri contoh yang baik.
Saya? Wooouw... pernah dong. Hehe. Saking panik mau prosesnya cepet, saya sempat pura-pura menangis tiap Ihya nenen. Walaupun kata-katanya diolah sedemikian rupa supaya jatuhnya nggak boong, tapi rasanya tetap saja nggak sreg di hati. Cuma bertahan 2 hari saja. Hehe.

-Ibu juga Harus Ikhlas-
Percaya atau nggak, ini sulit. Saya, sok tegar pada awalnya. Dan kemudian nangis bombay sambil meluk suami bahwa saya sebenarnya belum rela untuk melepas masa-masa indah ini. Subhanallah, setelah itu rasanya ploooong banget. Saya juga berusaha berpikir jernih bahwa nggak baik juga kalau Ihya tinggal di suatu tahap terlalu lama.

-Tanpa “Kekerasan”-
Halah, judulnya serem yak... Padahal maksud saya di sini, hindari lah proses di mana anak menangis jejeritan mengiba akan nenennya. Emang Ihya nggak pake nangis gitu? Ya pake laaaaah... Kebetulan masa di mana itu adalah masa saat saya sejenak berpaling dari WWL. Tapi, yah... saya gitu loh... Mana tega... Akhirnya saya kasih lagi deh...
Tapi, kemudian saya berkesimpulan, bukan berarti Ibu harus memberikan nen saat anak menangis, melainkan dengan memberikan pengalihan yang tepat dan lagi-lagi, tanpa manipulasi. Misalanya, kalo trik dari saya:
“Eh... ini buku Abang yang baru ya? Kita baca yuk...”
“Bang, ada cicak kecil lagi lari tuh...” (beneran ada cicaknya).
“Nenen seolah-olah aja ya Bang...” (maksudnya nenen pura-pura, cuma ditempel doang)
“Nenen Ayah aja Bang” (untung ayahnya mau bersedia jadi pelipur lara sementara, walaupun kegelian setengah mati).
“Minum air putih aja ya Bang?”.
Kalau masih nangis gero-gero juga gimana? Tergantung... ikuti naluri Ibunya saja... Kalau saya sih lihat situasi. Di awal-awal penyapihan, menurut saya kasih saja. Tapi kalau penyapihan sudah mulai menunjukkan hasil sebaiknya, kasih juga *HAHA*. Jujur, saya nggak ngalamin yang begini. Kalaupun nangis, ya...masih nangis biasa dan mudah dialihkan.

-Menyangkut Fisik lainnya...-
Sebelum tidur, saya kasih makan sebanyak-banyaknya semau dia. Harapannya sih, dia bakal tidur kepulesan karena kekenyangan, hehe. Kadang berhasil kadang nggak.

-Doa-
Kan katanya doa itu mustajab ya? Eh...kita Ibu lho sekarang... Saya simpen ”trik” ini rapat-rapat karena takut riya’, serius.. Tapi, sepertinya sekarang saya buka aja deh... Hehe. Setiap ada kesempatan waktu-waktu mustajab untuk berdoa, mari doakan anak kita dengan doa yang baik, termasuk bisa disapih dengan mudah. Bahkan... menurut saya obat GTM yang paling manjur adalah doa, hehe.

-Peran Ayah-
Penting banget! Terutama untuk...
Ngajak main sebagai pengalih perhatian
Sebagai tempat nenen boongan (ini sekaligus menghibur ya...)
Sebagai penyeimbang ketegasan untuk saya yang menye-menye soal beginian.
Ada yang berpendapat peran Ayah di malam hari saat anak terbangun dan mau menyusu juga penting. Tapi saya agak berbeda, saya memilih untuk meladeni Ihya sendiri, kebetulan cara ini cocok. Saya hanya ingin Ihya berpikir bahwa saya tetap memperhatikannya walaupun ia sudah nggak nen lagi.

Terakhir,
-Every kid is special-
JANGAN pernah terpengaruh dengan proses yang dijalani orang lain jika anda yakin sudah menjalaninya dengan sebaik mungkin. Maka sebelumnya lengkapi diri kita dengan ilmu tentang apa yang terbaik.
Misalnya nih, Bunda (mertua) sudah “mendesak” saya untuk menyapih Ihya cepat-cepat dengan cara mengoleskan sesuatu yang pahit. Eh, eik nggak nyalahin Bunda kok, karena mungkin pada masanya cara demikian lah yang terbaik. Berikan pengertian secara halus. Atau jawab saja dengan senyum dan anggukan.
Misalnya juga, tetangga sebelah sudah pesta-pora karena anaknya bisa begini dan begitu. Ya sudah… Setiap perkembangan anak berbeda kok. Bersyukur saja baha si bocah lebih sulit disapih karena begitu dekatnya ia dengan sang Ibu :)
Semakin tertekan, saya yakin akan semakin sulit. Selain menjalaninya jadi penuh beban, takutnya niat juga jadi melenceng.

Alhamdulillah, akhirnya ketulis juga semua tentang WWL yang ada di kepala. Doakan ya, semoga saya, Ihya, dan Ayah bisa melewati proses WWL ini dengan baik dan dengan hasil yang baik pula.

Selamat ber-WWL

Tambahan: Hari ini usia Ihya sudah menjelang 3 tahun, artinya proses WWL sudah berlalu hampir satu tahun. Tapi anak sulung saya itu masiiih aja suka curi-curi dan cari-cari kesempatan untuk pegang ataupun cium nen saya dengan berbagai modus. Kalau saya sedang merasa biasa aja saya nggak terlalu permasalahkan. Tapi kalau sudah berlebihan dan tidak nyaman saya akan larang. Anaknya pun cuma ketawa jahil. Intinyaaa... sampai sekarang Ihya dan Saya masih berproses, don't rush your weaning.

Ihya Sudah Besar :)



Dulu, saat saya akhirnya merasakan betapa indahnya menyusui Ihya, saya berkata pada diri saya sendiri: seandainya saya ibu yang egois, maka saya akan menyusui Ihya selamanya. Itu menggambarkan bahwa perasaan bahagia dan kegembiraan yang saya rasakan saat menyusui memang benar-benar luar biasa. Sampai saya emoh melepaskannya. Percaya nggak, pernah lho, suatu malam saya sulit memejamkan mata. Setelah beberapa waktu bengong-bengong nggak jelas, saya membangunkan Ihya yang tengah tertidur lelap agar menyusu. Saya berharap oksitosin dan endorphin yang muncul bisa membantu saya untuk terlelap. Dan usaha tersebut berhasil!! *ibu macam apa ini...*

Saat masa awal kelahiran Ihya saya juga akhirnya tahu, bahwa ada satu metode yang dianggap terbaik untuk menyapih buah hati. Weaning With Love (WWL). Pada dasarnya saya nggak peduli mau menyapih dengan cara apapun. Saya hanya peduli bahwa cara yang saya pakai adalah yang terbaik. Paling tidak saya telah mengusahakan cara yang terbaik. Begitu juga dengan menyusui. Begitu juga dengan MPASI. Dan begitu juga dengan menyapih.

WWL secara singkat (menurut saya) adalah cara menyapih tanpa trauma, cara yang jujur, cara yang mendewasa, dan tentu saja, penuh cinta. Secara operasional, WWL saya terjemahkan sebagai: kalau minta, kasih. Kalau nggak, diamkan. Eh, lama ya bo’ kayaknya kalau gini mah? Saya ingat betul saat Mega disapih. Itu jeritannya sampai tetangga 3 rumah di depan. Sekarang pilihannya: WWL tapi lama. Nggak WWL tapi cepat. Yaaa.... sudahlah, tetep hidup WWL!!

Saya sudah siap dengan kemungkinan Ihya akan menyusu sampai usia 3 tahun sekalipun. Saya berusaha menyiapkan diri tentang pandangan orang dan lain sebagainya. Dan di dalam hati kecil, saya merasa bahwa menyusui lah yang melekatkan Ihya pada saya. Sementara saya bekerja, trus, apa lagi dong senjata gue? Hehe. Ini juga yang membuat saya sok tabah dengan WWL, padahal mah emang pingin lama-lama aja nyusuinnya.

Dan kemudian, waktu berlalu. Bulan demi bulan. Sampai akhirnya tinggal beberapa hari saja menuju Ihya usia 2 tahun. Whattt??!! Cepet banget!! Saya yang tadinya santai pun mulai panik karena orang sekitar sudah mulai menyarankan Ihya untuk disapih. Sempat saya berpaling dari WWL karena khawatir Ihya tidak akan mau melepas masa menyusuinya. Namun, saya harus balik lagi. Menyusui Ihya = perjuangan berat buat saya, apalagi di awal masa menyusui. Maka saya akan melepasnya dengan cara yang terbaik, sesulit apapun itu.

Sekarang Ihya berusia 2 tahun 9 hari. Entah sejak beberapa hari yang lalu Ihya bisa dibilang sudah nggak nenen lagi. Serius, saya sempat terdiam beberapa saat karena memikirkannya. Saya sedih, tapi saya juga bahagia. Karena kami melepas satu sama lain dengan cara yang minim tekanan. Tanpa manipulasi. Tanpa tangis berlebihan. Ini indah menurut saya. Saya hanya tak menyangka sebegini cepat.

Sementara ini, saya bisa bilang kalau Ihya sudah berhasil disapih dengan baik. Saya juga telah melaksanakan kewajiban untuk menyusui Ihya. Namun, kelak kedekatan kami akan berganti bentuk dari waktu ke waktu. Tinggal di satu tahap terlalu lama berarti saya menghambatnya untuk menjadi besar dan dewasa. Tapi, tetep ya, alih-alih meminta anakku supaya cepat besar, sepertinya saya lebih ingin Ihya melalui semua tahapan perkembangan hidupnya dengan baik, walaupun mungkin melalui waktu yang lebih lama.

Selamat menempuh petualangan-petualangan baru, Nak!! Ibu loves you :)

-Terimakasih untuk Ayah yang luar biasa. Nggak tahu deh kalau nggak ada Ayah jadinya gimana... Love you to, Bun!-

*) Cerita lebih lengkap di posting selanjutnya.

Tidur Tanpa Nen, hehe.
Kayaknya sebentar lagi siap disunat nih, hehe
Plus mulai emoh disuapin