Thursday, December 4, 2014

Cerita VBAC

Bismillahirrahmanirrahiim...

Saking lamanya nggak nerusin sambungan dari cerita pertama tentang Sulha, jadi banyaaaaak banget hal yang mau ditulis.

Dek Sulha sekarang berusia 3 minggu 4 hari. Dan selama itu pula banyak cerita naik-turun dan sedih-senang di keluarga kecil kami.
*Tarik napas... Buang...*

Kali aja ada beberapa orang yang menunggu update dari cerita Dek Sulha dan kecewa karena update-nya kok lama banget... Hehe.
Jadi gini, putri kecilku ternyata belum bisa melekat dengan baik ke payudara untuk menyusu. Efeknya tau dooong... laper terus dan bangun terus yang membuat saya lelah (banget) dan harus begadang akut. Deuh, boro-boro deh nulis blog... Anak sulung aja terlantar *maap ya Bang...*
Selain itu, Kang Mas Suami sedang berjibaku dengan tugas akhir semester yang... ya... jangan ditanya lah ya. Beliau sambil nyambi kerja pula. Jadi setiap mau nulis laptop biasanya sedang menemani Suami mengerjakan tugas-tugasnya. Dan  Alhamdulillah sekarang semuanya sudah selesai *tinggal tunggu nilai*

Eh... ada pula cerita Sulha dirawat semalam di RS dan sekarang kami sedang siap-siap pindahan ke unit yang baru. What a busy month!!

***

Kelamaan ya pembukaannya? Hehe
Kehamilan ini seperti yang pernah saya ceritakan sebelumnya adalah kehamilan tak terduga sekaligus terencana. Terencana karena memang saya punya rencana memiliki anak dengan jarak 4 tahun. Tak terduga karena kami sempat menunda rencana itu karena Suami mendapatkan beasiswa AAS ke Adelaide Australia.

Kehamilan yang kedua ini boleh dibilang agak berbeda dengan kehamilan pertama.
Hamil pertama mualnya standar... hamil kedua mual parah.
Hamil pertama doyan makan dan ngemil... hamil kedua makan karena laper.
Hamil pertama makanan super terjaga... hamil kedua gitu deeeh...
Hamil pertama stress berat sama bos... hamil kedua Alhamdulillah dapet bos terbaik sejagad raya.
Hamil pertama belum tahu banyak tentang kehamilan dan persalinan... hamil kedua sudah mulai melek Gentle Birth (GB).

Awal perkenalan saya dengan GB adalah 2 bulan setelah saya melahirkan Ihya dengan proses operasi ceasar (SC). Jujur saat itu saya nangis, nyesel karena nggak memberdayakan diri dan mencari bekal pengetahuan yang cukup sejak awal. Perkara Ihya lahir dengan SC ya sudahlah... sudah takdir. Tapi dalam hati saya menyesal karena belum melakukan usaha terbaik untuk proses persalinan yang alami.

Sejak itu saya ber-azzam untuk memberdayakan diri sedapat mungkin agar dapat melahirkan secara normal. Kalaupun harus SC lagi ya pasrah karena sudah berusaha yang terbaik. Eh... ndilalah nggak gampang. Mulai dari mual yang bikin saya udah nggak peduli mau makan apa... yang penting masuk. Ngerasain LDM-an dengan Suami sekitar 2 bulan. Capek ke sana ke mari ngurus administrasi saya dan Ihya supaya bisa nyusul ke Adelaide...

Boleh dibilang saya mulai kembali ke jalur yang benar setelah sampai di Adelaide. Makan jelas nggak sembarangan karena kebanyakan buatan sendiri. Buah-buahan yang di Indonesia mahal di sini bisa dibilang murah, jadi rajin banget makan buah. Banyak jalan karena ke mana-mana naik kendaraan umum (yang kemudian mandek setelah Suami bisa nyetir mobil, hehe). Banyak aktivitas fisik karena nggak ada ART dan punya balita (ngepel jongkok dooong...).

Tadinya sempat pesimis karena saya nggak paham bagaimana sikap RS dan tenaga kesehatan di sini dengan niat saya untuk VBAC dan beberapa ilmu baru yang saya dapat mengenai GB. Tapi begitu ketemu sama tenaga kesehatan di sini, saya justru lebih semangat lagi. Kenapa?
Pemeriksaan yang mereka lakukan nggak ribed. Hanya ukur perut dan mendengarkan detak jantung bayi. Tapi sesi bisa berlangsung lama karena mereka bisa menjelaskan banyak hal dengan detail (banget). Dokternya boleh beda-beda (maklum... Public Hospital), tapi semua membolehkan saya untuk memilih posisi melahirkan yang paling nyaman. Selain itu sepertinya prosedurnya cukup ketat... Ada kelainan sedikit langsung tes ina inu (untung pakai asuransi... hehe).
***

Menjelang minggu-minggu persalinan saya mulai baca kembali dokumen-dokumen di Grup FB Gentle Birth Untuk Semua dan nonton video di You Tube. Asli panik karena nggak dapat kelas Antenatal di RS karena sudah penuh. Nggak lupa banyak ngobrol sama teman saya Fadjri yang usia kehamilannya berdekatan. Nggak lupa maksa-maksa suami untuk ikutan baca dan nonton (kayaknya sih nggak dibaca dan nggak ditonton, Alhamdulillah tetap siaga sepanjang proses persalinan).

Hari Minggu, 23 November 2014 ada sedikit darah muncul. Yak, ini tanda waktu persalinan sudah mendekat. Tapi berhubung kontraksi masih ringan dan saya ingin memperbanyak aktivitas fisik, akhirnya kami masih sempat pergi ke Baby Kids Market untuk cari Car Seat buat si bayi.
Ndilalah kok ya sekitar jam 11.00 kontraksinya ilang aja gitu...

Hari Senin, 24 November 2014: Nggak ada kontraksi sama sekali.
Hari Selasa, 25 November 2014 dini hari saya terbangun. Perut mulas. Masih nggak gimana-gimana sih mulasnya (secara ya... kalau di sinetron kan orang mau ngelahirin kayaknya dahsyat banget mulesnya). Pas banget hari itu adalah jadwal saya kontrol ke dokter. Saya memang berkali-kali bilang sama dedek di dalam perut: "Dek, paling nggak kasih kesempatan Ibu untuk ketemu dokter hari Selasa besok yah...".
Hari itu rame banget. Biasanya dalam setengah jam saya sudah dipanggil. Saat itu saya dipanggil setelah menunggu 1,5 jam sambil menahan mulas yang semakin kuat.
Begitu masuk ruangan, konsultasi sebentar dan menelan kecewa karena nggak bisa water birth, dokter cek pembukaan dan ternyata sudah pembukaan 3 (Yeah!! Meningkat dooong... waktu melahirkan Ihya cuma bukaan 1 sajah).
Saya dirujuk ke bagian Women's Assesment Centre. Di sana saya diobservasi selama beberapa waktu untuk memonitor detak jantung bayi dan kontraksi. Plus ambil darah yang jujur saya lupa untuk apa. Hasilnya... saya nggak boleh pulang.
Jadilah saya dan suami bingung... Kami bingung mau menitipkan Ihya di mana?? Sebenarnya kami sudah minta tolong kepada dua keluarga: Mbak Ranis dan Lia dan Riska. Tapi di hari itu dua-duanya sedang keluar kota... Duh!
Ujian pertama saya adalah merelakan suami pergi untuk cari tempat titipan plus ngomong baik-baik sama Ihya bahwa kami harus pergi sementara karena Dedek sebentar lagi akan lahir. Setelah diajak ngomong selama 1 jam akhirnya Ihya bersedia dititip ke Mbak Dinar. Dan kemudian dijemput oleh Mas Riska untuk menginap di rumahnya.
Sementara saya dipindah ke Delivery Suite. Intinya mah itu ruang bersalin yang cukup luas. Yang saya suka dari Delivery Suite ini tempatnya nyaman banget, luas dan punya jendela besar yang mengarah ke taman kota yang hijau. Tiap kontraksi datang saya memandang pepohonan hijau yang menenangkan itu... Saya dijaga oleh satu Bidan, namanya Kirsten. Mbak Kirsten ini masih muda dan cantik. Tapi yang spesial dari dia adalah: dia menunggui dan merawat saya dengan sabar. Setiap tindakan yang akan dan mungkin diambil dijelaskan satu per satu. Dia juga menawarkan berbagai alternatif untuk membantu proses persalinan dan bahkan menelpon suami untuk menjelaskan bahwa ketuban akan dipecahkan untuk membantu pembukaan. Karena pembukaan terbilang lambat... selama kurang lebih 6 jam pembukaan hanya bertambah menjadi bukaan 4.
Setelah ketuban dipecahkan pembukaan memang langsung maju dengan pesat. Fiuh... mulailah saya merasakan perjuangan seorang ibu untuk melahirkan normal. Rasanya hampir nggak bisa digambarkan dengan kata-kata...

Tapi di tengah-tengah kontraksi yang terus naik giliran jaga Mbak Kirsten habis. Lha? Piye toh... sopo sing nunggoni aku??
Mungkin karena prosedurnya jelas, kalau shift berganti ya mereka bakal pulang dan digantikan nakes yang lain. Agak panik sih... tapi bidan yang menggantikan Mbak Kirsten ini nggak kalah sabar dan telatennya, namanya Claire Marks. Ya Allah... rasanya nggak habis terimakasih saya untuk mereka berdua yang menunggui saya dengan sabar dan sangat suportif. Harap diingat juga saya orang asing yang kadang nggak paham penjelasan mereka sehingga harus dijelaskan beberapa kali.

Sampai kira-kira jam 22.00 saya merasakan dorongan yang sangat kuat untuk mengejan. Rasanya kepala bayi sudah ada di ujung liang lahir. Karena saya tahu tidak boleh mengejan jika bukaan belum lengkap, saya minta untuk diperiksa kembali *Mbak Claire pake minta ijin aja gitu loh...*. Ternyata sudah bukaan lengkap, Alhamdulillah...

Setelah itu setiap kontraksi datang saya berusaha mengejan dalam posisi berdiri. Sempat adegan teriak-teriak sih... Tapi dikasih tahu kalau saya hanya membuang energi. "Coba arahkan teriakanmu untuk mengejan". Nah lho... emang bisa? Ya pokoknya gitu deh... Saya nggak menyebut secara lisan, tetapi saat itulah saya banyaaak sekali mengingat Allah meminta kuasanya agar bayi ini cepat dilahirkan.
Namun karena mereka kesulitan untuk memonitor bayi saya diminta untuk naik ke tempat tidur. Beberapa kali mengejan bayi belum juga keluar. Sampai akhirnya mereka meminta untuk dilakukan episiostomi.

Jawaban saya: NO!!
Kenapa ditolak? Pertama, saya yakin tubuh saya mampu tanpa intervensi apapun. Tapi... gimana kalau saya nggak sesiap itu yah...?
Kedua, boo... kena silet di jari aja sakit... apalagi kalau jalan lahir digunting. Entah kayak apa sakitnya.
Tapi beberapa kali dicoba bayi belum juga keluar. Saya minta untuk mengejan sekali lagi. Jika memang tidak bisa, saya menerima untuk diepisiostomi. Dan memang bayi belum juga keluar... 
Akhirnya saya pasrah... mereka bisa gunting di kontraksi selanjutnya. Alhamdulillah... Allahu Akbar... keluar juga dedek bayi yang kami tunggu selama 38 minggu...

Eh, tapi emang digunting ya? Kok nggak kerasa? Ya begitulah saudara-saudara... mulas saat melahirkan sebegitu menyita perhatian tubuh kita sampai diepispun nggak bakal berasa. Hahaha.

Ya Allah... (mau nangis nih...) saat itu saya merasakan keagungan Allah yang luar biasa... Nggak percaya saya telah melaluinya (ya... abis itu masih ada jahit menjahit plus nyeri selama dua minggu sih...). Bahkan orangtua saya pun terdengar seperti mau nangis saat tahu saya sudah melahirkan normal.
Terimakasih pula Engkau telah mengirimkan orang-orang baik di sekitarku. Suami yang siap siaga. Anak yang amat sayang kepada adiknya. Teman-teman yang siap membantu (Thanks to Lia dan Riska!!). Dan dipertemukan dengan nakes yang luar biasa suportif (Thankyou very much Claire... *mau nangis lagi*). 

Kemudian saat tali pusat akan digunting saya minta mereka menundanya sebentar sampai selesai Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Tapi kok ya mereka ngehnya pemeriksaan bayi ditunda sampai dengan selesai IMD. Ah... yasutralah... udah kesengsem ngeliat muka si Dedek, hehe. Males juga ngejelasin pake bahasa Inggris. Dan di sini kehormatan memotong tali pusat diserahkan pada sang Ayah :)
Lagi-lagi Alhamdulillah Allah memberikan saya kesempatan untuk VBAC. Bukan karena saya menganggap persalinan normal lebih mulia dari SC, nggak sama sekali. Saya hanya ingin memberikan proses persalinan yang alami bagi Dek Sulha dan semoga memberikan manfaat untuk kehidupannya kelak.

Fiuh... panjang juga yah ternyata... 
Kalau boleh merangkum, VBAC ini menurut saya rangkaian usaha dari awal kehamilan. Semakin siap Insya Allah semakin baik hasilnya. Tapi jangan juga jadi kaku dan menolak intervensi medis kalau diperlukan ya... keselamatan Ibu dan Bayi adalah yang utama.
Untuk yang sedang dalam masa kehamilan... 
Jangan lupa berdoa sama Allah untuk senantiasa diberikan kemudahan.
Makan makanan yang menyehatkan dengan nutrisi seimbang.
Olah fisik secara rutin, terutama melatih bagian panggul menjelang persalinan.
Banyak-banyak cari ilmu dan informasi.
Pilih tenaga kesehatan yang siap diajak berdiskusi.
Libatkan pasangan sedapat mungkin.
Jaga agar emosi senantiasa positif dan bahagia.
Latihan pernapasan!!
Jika semua usaha terbaik sudah dikerahkan, tak masalah apapun hasilnya bukan?

Hah... akhirnya sudah ditulis semuanya. Semoga pengalaman ini bisa memberikan manfaat.
Salam!!

Saturday, November 29, 2014

Sulha Amanina Jasmine

Bismillahirrahmanirrahiim...

Fiuh... akhirnya... bisa juga nulis di mariii... Hehe. Cah Lanang lagi minta jatah main game di HP. Cah Wadon turu bareng Romo. Biyung? Nggak ada kerjaan dan nggak ngantuk... Akhirnya kumpulkan semangat buat menulis beberapa catatan tentang kelahiran anak kedua saya (dan suami lah ya...), Sulha Amanina Jasmine.

Cerita pertama ini saya mau kenalkan si shalihah nan cantik ini... (ya iyalah, di mana-mana Emak pasti bilang anaknya cakep, hehe).
Beberapa orang tanya, apa sih arti dari Sulha Amanina Jasmine? Kalau saya dan suami sih senang dengan nama yang memiliki arti berupa kalimat. Bukan arti sepotong-sepotong yang disatuin (dan agak dipaksain) sehingga menjadi satu arti. Etapiii... agak kualat sepertinya... haha.

Saya sukaaa banget sama nama Sulha. Nama itu saya umpet-umpetin biar nggak dipake orang. Haha. Kata sulha sendiri ada di Surat An Nisa, sulhu khair. Tapi karena untuk perempuan jadilah nama Sulha. Artinya sih damai atau kedamaian.

Kemudian begitu tahu kami akan memiliki anak perempuan, jadilah bayi yang ada di dalam kandungan selalu kami panggil dengan Sulha.
Suatu hari, Ibu Mertua saya bertanya sama Ihya, siapa sih nama adiknya? Dan Ihya menjawab: Jasmine Sulha. Ee? Dapat dari mana pulak ini nama Jasmine? Usut punya usut sih kayaknya dari adik ipar saya yang senang dengan tokoh Princess Jasmine di film Aladdin. Tapi sudahlah... kami anggap ini adalah pemberian dari Kakak ke Adiknya.

Tinggal cari satu kata lagi... Tadinya sih mau ada kata-kata Adel-nya, berhubung kemungkinan besar bayi Sulha akan lahir di Adelaide. Tapi berhubung anak perempuan yang lahir di sini banyak pakai nama Adel, kami carilah alternatif lain. Walaupun saya agak nggak rela sih... Hehe.

Seperti biasa, urusan nama adalah urusan suami saya... saya tinggal ACC aja suka atau nggak. Hehe. Begitu keluar kata Amanina, saya sukaaa... Artinya harapan dan rimanya cocok. Artinya? Ya pokoknya baik lah... Haha. H-beberapa hari insya Allah putri kami akan bernama Sulha Amanina Jasmine.

Alhamdulillah... tanggal 25 November 2014, pukul 22.30 lahirlah putri kami, Sulha Amanina Jasmine. Dengan persalinan normal (penting banget nih disebut, soalnya saya mau lanjut cerita tentang VBAC). Berat badan: 3060 gram, Panjang: 52 cm, Lingkar Kepala: 35 cm.

Assalamualaikum, dunia... Ramahlah padanya... Kalaupun tidak,tak apa... karena yang terpenting  kumohonkan pada Allah menjaganya dengan hidup abadi yang indah di syurga-Nya...










Pigeon Pair



Saturday, November 22, 2014

Aku (masih dalam proses) Bisa Tidur Sendiri

Bismillahirrahmanirrahiim...

Menyapih balita, dalam hal apapun, menurut saya adalah hal yang membutuhkan kematangan bukan hanya anak, tetapi juga orangtua. Biasanya sih Ibu. Contoh nih... waktu mau menyapih Abang dari nenen alias ASI, proses baru berjalan lancar saat saya mulai ikhlas untuk melepaskan bahwa Ihya sebentar lagi nggak akan sebegitu tergantungnya sama saya. Apalagi saat itu saya bekerja, ada rasa takut ikatan yang sudah terbentuk itu akan luntur...

Di usianya yang sekarang hampir 4 tahun, kami memutuskan sudah saatnya Ihya tidur sendiri, di kamar sendiri. Awalnya sih saya ingin proses ini dimulai lebih cepat, tapi apa boleh buat... dulu tempat tinggal kami hanya punya satu kamar. Ada beberapa alasan kenapa sekarang:

Pertama, menurut tulisan dari Bu Elly Risman anak usia 4 tahun sudah bisa pura-pura tidur. Itu artinya bisa saja anak melihat hal yang belum sepantasnya ia lihat tanpa kami sadari. Ya walaupun selama ini juga kami jaga... tapi kalo lagi sial gimana? Jangan pertaruhkan masa depan anak. Hehe.

Kedua, kami (apa saya ya?) berencana punya anak kedua dengan jarak 4 tahun. Kebetulan memang rezekinya sesuai dengan rencana ini. Saya nggak pingin Ihya merasa tersisih karena kami melatihnya tidur sendiri terlalu cepat dan dekat dengan kehadiran adiknya.

Ketiga, ya karena memang baru ada tempatnya sekarang... hehe.

Belum sempat cerita banyak tentang perkembangan Abang setelah kami pindah ke Adelaide. Tapi, memang kami banyak merasakan perkembangan yang positif. Salah satunya dalam hal kemandirian. Misalnya, Abang sudah bisa makan sendiri. Dari dulu juga sebenarnya sudah bisa, tapi karena disuapin terus jadi nggak terbiasa.
Atau ia sudah bisa bermain sendiri tanpa harus ditongkrongin terus sama Ibunya. Walaupun tetep lebih banyak nempelnya ya kakaaak... Hehe.

Intinya... kita coba sajalah... Alhamdulillah bisa dan ada perkembangan-perkembangan positif. Kenapa saya bilang perkembangan? Karena memang kami nggak mau memaksa Abang harus bisa saat itu juga. Jadi pasti bertahap... Waktunya sendiri sudah berjalan selama sekitar dua bulan. Berhubung proses Abang tidur sendiri ini berjalan dengan cukup baik dengan kami, saya ingin berbagi apa yang kami lakukan, mudah-mudahan bisa bermanfaat :)

Nggak ada yang suka dengan sesuatu yang mendadak, apalagi penuh paksaan. Jadi pertama dan terutama... kami komunikasikan dulu ke Ihya bahwa ia sudah cukup besar dan bisa tidur sendiri. Dan tidak ada paksaan sama sekali. Kapanpun Ihya bisa mulai kalau sudah siap, tapi tentu saja kami menawarkan reward jika ia mau mencoba ☺

Reward. Nggak ada salahnya memberikan "umpan" berupa reward positif. Dalam hal ini kami menjanjikan barang. Walaupun yang jadi reward mainan kesukaannya... tapi anak belum tentu mau lho... Ihya lumayan berpikir panjang sebelum memutuskan untuk mencoba.

Bertahap. Kami nggak langsung meninggalkan Ihya sendirian di kamar. Sampai saat ini saya masih menemaninya sampai tidur, baru kemudian saya tinggal ia sendiri. Awalnya Ihya selalu terbangun di tengah malam. Saya memang berjanji untuk menemaninya sampai ia tidur kembali. Tapi sudah sekitar 2 minggu Ihya sudah tidak pernah terbangun di tengah malam. Sekarang ia biasanya bangun di pagi hari dan"ngrusuhi" ayah ibunya yang masih di kasur. Hehe 😁😁

Ada masa naik turun... saat Ihya terlihat enggan untuk tidur sendiri, kadang juga terlihat sangat gelisah... saya memilih untuk membiarkannya tidur bersama kami. Biasanya hanya untuk semalam dan saya harus pandai-pandai membaca apakah ia sedang benar-benar kesepian atau hanya merajuk.

Oia... saya juga menghindar untuk mengaitkan pembelajaran ini dengan adiknya yang sebentar lagi akan lahir. Kami berusaha agar ia melihat proses ini adalah untuk dirinya sendiri, bukan karena kehadiran calon adik.

Umm... itu aja kayaknya. Sederhana kan? Yang penting sabar... hehe.

Semoga bermanfaat. Salam!!

Saturday, November 8, 2014

I Am His Universe

Bismillahirrahmanirrahiim...

Kadang saya mengeluh... kenapa sih Ihya itu nempeeel banget sama saya? Apa-apa maunya sama Ibu. Wajar ya, namanya juga Ibu... Bahkan semestinya saya bersyukur karena walaupun selama ini saya bekerja dari pagi sampai sore, tetapi Ihya tetap memiliki kedekatan yang tinggi dengan saya. Mungkin inilah "bonding" yang disebut tercipta dari menyusui. Apalagi saya menyusuinya dengan sangat keras kepala di bulan-bulan pertama Ihya (ya, ini adalah salah satu hal yang saya banggakan dalam hidup).

Tapi... ada kalanya saya sedang capek. Baik capek secara fisik maupun emosional. Kebayang kan menghadapi balita setiap hari? Mereka menyenangkan (Ihya itu suka ngelucu loh... Hehe) tetapi juga menantang. Karena menjawab pertanyaan demi pertanyaan balita itu nggak mudah dan bikin mikir. Saya juga termasuk yang berprinsip komunikasi adalah alternatif pertama. Sehingga kadang harus ambil nafas dalam-dalam saat berkomunikasi dengan Ihya.
Ada kalanya saya juga ingin suami mendapatkan bentuk kedekatan yang sama.
Ada kalanya saya... ya... lagi pingin santai aja. Hahaha.

Tapi pagi ini, saat saya bangun (kebetulan Ihya kemarin lagi suka merengek tanpa sebab yang saya mengerti) ... saya lihat wajahnya. Saya peluk dia dengan erat. *Duh, rasanya pasti enak banget ya dipeluk*.
Saya rasakan ia memeluk balik.
Perlahan matanya terbuka, dan melihat wajah saya yang pertama ia lihat, ia nampak sangat bahagia.
Ia membalas senyuman saya dengan senyuman semanis permen kapas.
Dan kemudian ia mencium pipi saya sambil berkata "Abang sayang Ibu..."

*tisu mana tisuuuuu?!!*
Saya hanya berpikir satu hal pada saat itu. Saat ini sampai waktu tertentu, saya adalah dunianya. I am his universe. Nggak berlebihan lah ya... Sabar dan pelan, suatu saat masa-masa ini akan berganti sesuai dengan tahap perkembangannya. Suatu saat keistimewaan saya tak akan lagi tampak dalam bentuk yang sama.

Jadi, nikmati saja.
Tapi teteup yah... nangis dan ngomel mah jamak. Haha.
I love you, My Boy... :)

Saturday, October 18, 2014

Glenelg Beach


Bismillahirrahmanirrahiim...

Masih edisi jalan-jalan... (panik lihat masih banyak yang mau ditaruh di blog T_T)
Saya nih orang pantai. Suka air, dan nggak suka ngos-ngosan naik gunung. Apalagi kalau ditambah drama bingung mau buang air di mana... (cemen banget ya?). Makanya begitu ditawarin buat jalan-jalan saya langsung pingin ke pantai.

Di Adelaide sendiri ada beberapa pantai yang bisa dikunjungi. Tapi karena waktu itu lokasi masih nomaden di rumah teman yang dekat dengan stasiun tram, maka pilihan jatuh ke Glenelg Beach karena bisa langsung diakses dengan tram. Apesnya hari itu bertepatan dengan acara lari marathon yang bikin kita harus jalan 3 stasiun. Hihi. Kalo ibunya sih masih bisa elus-elus perut sambil berdoa lahiran lancar karena banyak jalan. Nah, yang kecil udah bete kecapean duluan...

Tapi begitu lihat air dan pasir, langsung deh mata Ihya berbinar-binar. Kebetulan walaupun cuaca cukup cerah, tapi tetep yah... anginnya dingin!! Pasirnya pun dingin. Jadi Ihyapun lebih sukarela melepas sendalnya dan lari-lari di pasir. Saya kasih tau ya... Ihya ini risihan banget. Baju atau celana basah dikit mnta ganti. Nginjek nasi atau yang kotor-kotor pasti minta langsung bersihin (apalagi pasir!!). Nginjek rumput atau duduk di rumputpun dia ogah kalau nggak dipaksa. Kejadian Ihya main di pasir ini termasuk agak langka (maklum anak mall... hehe).

Walaupun "cuma" main-main dan duduk-duduk di pantai, tapi sebenarnya ini wisata yang sehat. Perjalanan nggak makan waktu lama... bisa menghirup udara segar... anak bisa bebas main lari-larian... gratis pulak (dasar emak-emak, nyebutnya gratis melulu).
Ya... paling nggak masyarakat bisa mendapatkan hiburan murah meriah, jadi nggak gampang stress :)

Terakhir (tapi paling penting!), silahkan menikmati foto-fotonya ya :)

Ini maksudnya Ibu gaya Titanic atau apa sih?

Kalau di Ancol ini udah jadi tempat foto pre wedd sejuta pasangan. Hehe

Abang yang foto lhooo... *Ibu obsesi punya foto berdua Ayah*


selpih

Bersih...



Jalan-jalan: South Australian Museum

Bismillahirrahmanirrahiim...

Kayaknya dari sejak menginjakkan kaki di luar negeri, pertanyaan yang paling sering muncul adalaaah... "udah ke mana aja?". Hehe.
Motif utama saya jalan-jalan sih sebenarnya menjajaki seluas-luasnya Adelaide (Australia kalo bisa... hehehe). Kedua, bikin Ihya capek. Haha. Maklum... anak kecil kan energinya gede banget. Harus sering-sering diajak main keluar dan berkegiatan. Sekaligus belajar tentang hal-hal baru yang ditemuinya.

Kali ini saya ingin cerita tentang kunjungan ke South Australian Museum. Disclaimer: Tulisan di foto-foto yang saya tempel di posting kali ini adalah SA Museum. Karena eh karena saya pikir nama museumnya adalah South Australia Museum. Hehe. Tapi mau edit lagi dari awal males banged euy...

Kota ini memang punya banyak taman, ruang terbuka, dan wisata edukatif macam South Australian Museum yang pastinya... gratis. Hihi. Setelah beli sesuatu di Central Market kami bertiga langsung capcus ke museum ini. Awalnya, seperti niat di awal, hanya mau jalan-jalan (makanya dateng jam 2 siang, hehe). Tapi, sebenarnya kalau Ihya sudah sedikit paham bahasa Inggris dan masuk usia sekolah, wisata museum bisa lebih menyenangkan lagi. Insya Allah setelah Ihya sekolah saya akan ajak dia ke sana lagi, soalnya saya juga suka. Hehe.

Di museum pasti kita melihat sesuatu yang biasanya hanya kita nikmati lewat gambar atau video. Nah, anak usia sekolah mestinya sih lebih bisa mengeksplorasi. Ihya sendiri terlihat sangat bersemangat (kecuali di bagian koleksi Kebudayaan Pasific dan Aborigin) karena banyak koleksi-koleksi binatang dalam bentuk patung atau yang sudah diawetkan. Beberapa bahkan masih hidup. Dan biasalah... sampai agak susah disuruh pulang :)

Sayangnya, karena waktu kedatangan kami mepet (museum dibuka dari jam 10 - 17) jadi nggak semua bagian bisa dieksplorasi, tepatnya kami meninggalkan koleksi Mesir Kuno T_T.
Oia, South Australian Museum juga sering menjadi tempat untuk acara-acara tertentu, misalnya di hari itu akan diadakan semacam penghargaan fotografi di malam hari. Taman bagian depannya juga cukup luas. Bisa buat tempat ngadem dan makan untuk yang bawa bekal seperti kami. Nggak bawa makanan pun gampang karena ada Museum Cafe (eh... tapi nggak ada jaminan makanannya halal ya... hehe)

Untuk informasi lengkap mengenai South Australian Museum bisa dilihat di tautan ini: http://www.samuseum.sa.gov.au/
Saya hanya punya sedikit foto-fotonya saja. Semoga wisata museum di Indonesia juga bisa semakin diminati :)










Sunday, October 5, 2014

5 Tahun Sudah...

Bismillahirrahanirrahiim...

Tanggal 2 Oktober, entah kenapa habis maghrib saya ngantuk buanged!! Akhirnya pamit ke Bunny untuk tidur lebih awal... Plus berpesan minta tolong dibangunkan untuk shalat Isya. Akhirnya saya bangun sekitar jam 11.30. Setelah itu masih sempat ngobrol-ngobrol bersama Bunny. Sampai kemudian sekitar jam 00.30 Bunny tanya: "Kamu bener-bener nggak inget ya?"

Saya terdiam sambil berpikir keras... Saya lupa apa ya? Lupa matiin kompor? Lupa utang sama orang sampai ditagih ke suami? Dan yak!! saya lupa aja gitu loh sama ulang tahun pernikahan kami... Hahaha...
Untungnya sih suami bukan tipe yang sensitif sama urusan kayak gitu. Biasanya nih... tiap ulang tahun pernikahan saya menyiapkan surat untuk suami tercinta. Kadang ada kue dan kadang ada kado.

Tanpa bermaksud melempar batu, sepertinya saya agak terpengaruh dengan Bunny yang memang nggak terlalu senang dengan selebrasi tanggal-tanggal khusus. Walaupun selalu ingat, biasanya hanya peluk dan cium saja untuk merayakannya (padahal kan aku pingin cincin berlian... :)).

Ah... tak terasa sudah 5 tahun. Anak kami sudah hampir dua. Dan sekarang kami berada di Adelaide. Akhirnya kami habiskan dini hari ngobrol ngalor ngidul ke sana ke mari. Bunny memang teman ngobrol yang menyenangkan... Ditemani dengan dengan capuccino (dapet rombengan milk frother yang masih oke) dan bubur kacang hijau buatan Bunny. Jujur lho... itu adalah bubur kacang ijo terenak yang pernah saya makan :)



Tahun ini kami memulai hidup baru yang cukup berbeda dari sebelumnya...
Pertama, kami tinggal di Adelaide. Semua serba asing di sini dan pasti membutuhkan adaptasi. Tapi Alhamdulillah... sejauh ini kami menyukainya. Lingkungannya, suasananya, dan terutama kami banyak menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga. Di Jakarta yang padat semua rasanya selalu terburu-buru. Kami punya jadwal tetap harus ke sana dan ke sini bahkan di akhir minggu sekalipun... Sementara di sini, walaupun jadwal tetap ada, tapi ya kami habiskan sebagai sebuah keluarga.

Kedua, kami sedang menanti kelahiran anak kedua. Dari hasil beberapa kali USG sih jenis kelaminnya perempuan. Itu berarti kami akan mendapat tantangan baru untuk mendidik anak perempuan.

Ketiga, saya akan fokus di rumah mengurus rumah dan keluarga sementara Bunny sekolah dan bekerja. Jujur sih... rasanya sempat terlena berasa lagi liburan panjang dari kantor, haha. Sekarang saya sedang mengejar untuk membuat rencana-rencana agar amanah saya yang baru ini bisa berjalan dengan sebaik-baiknya dan bernilai ibadah di hadapan Allah. Melihat perubahan positif Ihya selama kami di sini, saya makin yakin untuk memilih karir sebagai Ibu selama mungkin anak-anak membutuhkannya...

Keempat, sebenarnya sih kami sedang menghadapi masalah yang cukup pelik. Tapi kalau berdua rasanya jadi lebih tenang dan santai. Hehe.

Tahun demi tahun perbedaan yang remeh temeh semakin nggak berarti. Kami belajar bahwa kami memang berbeda. Dengan latar belakan yang berbeda. Setiap saya bersabar atas kekurangan Bunny, maka saat itu pula ia sedang bersabar dengan kekurangan saya.
Bunny boleh dibilang sahabat juga buat saya. Apaaaaa aja saya ceritakan ke dia. Karena memang ada hal-hal yang nggak mungkin saya ceritakan ke orang lain. Dan kami berusaha untuk selalu terbuka menyatakan rasa sayang dan ganjalan. Yang saya inget sih... kami nggak pernah membiarkan hari berlalu dengan masalah yang mengganjal.

Selamat ulang tahun pernikahan yang ke-5 ya sayang... Insya Allah ada tahun-tahun selanjutnya di depan yang akan kita lalui. Semoga setiap waktu yang kita habiskan dalam pernikahan membawa berkah... Dan semoga kita menjadi pasangan di syurga kelak. I love you :)

Lebaran Idul Adha di Adelaide

Bismillahirrahmanirrahiim...
Happy Ied Adha for all moslem brothers and sisters around the world!!

Setahu saya di Indonesia MUI memutuskan bahwa 10 Dzulhijjah jatuh pada tanggal 5 Oktober atau hari ini. 

Sementara kami di Australia, khususnya Adelaide mengikuti keputusan semacam majelis ulama di sini, yaitu 10 Dzulhijjah jatuh pada tanggal 4 Oktober atau hari Sabtu kemarin. Soalnya mau ikut pemerintah Indonesiapun nggak ada tempat sholatnya... Hehehe.

Sayang sekali sodara-sodara... saya bukan banci foto dan akhirnya nggak banyak mengabadikan momen-momen berlebaran di tempat selain di tanah air. Hanya ada satu foto saja di HP. Hehe.

Alhamdulillah walaupun jauh dari orangtua dan saudara di sini banyak saudara yang menggantikan... 

Ceritanya nih, hari Jumat saya ada jadwal pemeriksaan kandungan. Berangkat jam 11.30 dan pemeriksaan baru rampung sekitar jam 16.00. Maklum... 30 minggu 5 hari dan nggak punya riwayat apa-apa. Jadilah sampai rumah udah sore (banget) dan capek (banget). Tapi Bunny kan puasa... Masa nggak disuguhin apa-apa... *kasian bener...*

Akhirnya mulai grasak-grusuk di dapur bikin semur telur. Telur sudah direbus, bumbu sudah dijerang... tiba-tiba... tetangga nganter makanan!! Bukan satu atau dua jenis, tapi macem-macem!! Mulai dari lontong, sayur buncis, semur daging, opor ayam, sambal goreng kentang pakai PETE, dan kerupuk!! Subhanallah... Langsung saya matiin kompor dan memilih untuk selonjoran... Buka puasa suami udah aman. Hehe.


Sudah? Nggak!!

Kira-kira setengah jam kemudian tetangga yang lain datang mengantarkan menu yang kurang lebih sama... Subhanallah...

Kami memang dapat tetangga yang baik-baik di sini :)

Dan besoknya... kami bersukaria Sholat Idul Adha di Flinders University. Makannya udah? Ya belum dooong... Sehabis sholat kami disuguhi makanan-makanan khas Indonesia. Semua makanan tersebut urunan dari (khususnya) anggota MIIAS dan masyarakat Indonesia di Adelaide. Ketemu sejublek orang Indonesia senangnya bukan main... apalagi ketemu makanannya... Hehe.

Alhamdulillah di sana kenalan dengan saudara seiman dan setanah air. Semoga barokah ya Ibu-ibu dan Bapak-bapak atas semua sajian dan usaha yang diberikan... Semoga Allah membalas dengan syurga :)


Salam!

Monday, September 29, 2014

Akhirnya... Adelaide!!

Bismillahirrahmanirrahiim...

Alhamdulillah... per detik di mana saya ngetik tulisan ini, berarti sudah satu minggu tiga hari (dan sebulan kurang lima hari saat tulisan ini ditaruh di blog) saya berada di Adelaide menyusul suami yang sedang kuliah di kota ini. Man!! Satu minggu ngapain aja gitu belum ngapdet blog juga??! Pamer dikit kek kalau sekarang tetanggan sama bule... hehe.

Doooh... seperti biasa... dari mulai pesawat tinggal landas juga maunya ngisi waktu dengan nulis Tapi apa daya senderan bangku Air Asia yang cuma segitu-gitunya lebih menggoda...

Okay, mungki n saya akan mulai cerita dari perjalanan saya menuju Adelaide... Setelah sekian lama menunggu (kurang lebih 4 minggu dari Medical Check Up untuk melengkapi aplikasi visa) akhirnya tanggal 3 September 2014 sepucuk surat yang ditunggu-tunggu turun juga... Officer di kantor AAS Jakarta pun kayaknya udah bosan kami teror (secara halus) tentang kabar si visa ini. Huaaaaa... langsung terpaku dan malah bingung mau ngapain duluan. Berhubung pas nerima visa abis menghadapi tantrumnya Ihya, saya memilih untuk... tidur dulu. Hehehe.

Setelah itu barulah saya dan suami bersiap-siap soal tiket. Satu per satu ceklis didata dan dilihat kembali. Ternyata masih ada beberapa barang dan kelengkapan yang belum siap. Jangan hitung berapa item yang bahkan lupa untuk didata... Ya sudahlah... relakan saja... Masalahnya waktunya memang super mepet. Bahkan mixer nggak dibawa dooong... :(

Setelah cari tiket, dapatlah dua tiket Air Asia tujuan Adelaide International Airport yang berangkat hari Jumat tanggal 5 September. Tiket Air Asia memang paling terjangkau di antara pilihan lainnya. Tapi konsekuensi lainnya adalah... Total perjalanan kami kurang lebih 15 jam!! Inget ya... eike lagi hamil pleus bawa balita Mak. Mau yang agak sorean lagi beda harganya udah 1 juta per orang (makasih!). Nah, kebayang kan... jeda turunnya visa dan tiket cuma satu hari sodara-sodara...

Kalau ada yang bertanya-tanya kenapa sih harus seburu-buru itu... Jawabannya adalah karena saya sedang hamil 27 minggu. Selain berkejaran dengan kebijakan penerbangan, kami juga berkejaran dengan pertanggungan asuransi. Nggak ada yang tahu pasti sih saya akan ditanggung atau nggak. Tapi kami coba meminimalisir resiko dengan berangkat secepat mungkin.

Untungnya memang saya sudah ada feeling kalau visa akan keluar pada minggu-minggu tersebut. Jadi dari hari Senin saya sudah kembali ke rumah orangtua di Cipinang. Walaupun cuma beberapa hari bersama mereka, Alhamdulillah masih sempat kumpul sebelum berangkat... (Miss you Mah, Pah, Dek). Masih sempet makan sate padang bareng juga...

Jeda satu hari saya manfaatkan untuk periksa ke SpOG di dekat rumah, membeli beberapa hal yang masih kurang, re-packing tiga koper karena ternyata masih banyak barang yang harus dikurangi, dan sowan ke rumah mertua.

Saya mungkin punya beberapa tips untuk yang akan bepergian jauh dan lama dengan situasi yang mirip dengan yang saya hadapi kemarin...

Pertama, tenang dan jangan panik. Telusuri lagi ceklis dan to do list yang sudah dibuat. Pikir baik-baik apakah ada yang terlewat.

Kedua, jangan menunda apa yang bisa dikerjakan segera. Contoh nih ya... (lirik sinis suami...) masalah tiket. Tau dong tiket itu harganya suka kayak harga bawang... Hari Rabu sore kami sudah pegang satu jadwal, tapi nggak langsung pesan. Dan akibatnya besok pagi harganya udah beda sejuta!! Belum lagi kalau ada masalah sambungan internet lemot deesbe deesbe.

Ketiga, jangan ragu minta tolong keluarga untuk membantu persiapan.

Keempat, khusus yang lagi hamil... sebaiknya periksa kondisi dulu ke Obgyn. Selain itu, jangan lupa minta surat keterangan usia kehamilan dan pernyataan bahwa nggak ada masalah untuk naik pesawat. Surat ini nggak wajib sih... Nanti juga maskapai akan minta kita bikin pernyataan yang intinya: "kalo ada apa-apa gue nggak tanggung jawab ya...". Tapi nggak ada salahnya jaga-jaga.

Kelima, perhitungkan kemacetan Jakarta :)

Keenam, jaga stamina. Mau secapek apapun  persiapan... Sempatkan istirahat. Apalagi buat yang lagi hamil dan bawa balita. Tahu dong balita kalau udah capek ujung-ujungnya adalaaah... Tantrum. Hehe. Kalau perlu bawa camilan dan mainan untuk mengalihkan perhatian mereka. Yang penting jangan sampai nangis :)

Ketujuh, perhitungkan lama transit. Nggak mau dong di negara orang bengang-bengong doang... Jadi jangan lupa bawa dan tukar uang secukupnya (secukupnya standar bandara, hehe) untuk ganjel perut dan beli permintaan remeh temeh si kecil yah... Di bandara internasional sih mustinya ada money changer. Saya sendiri memanfaatkan fasilitas itu karena ternyata USD nggak berlaku di KLIA. Nah, kalau waktu lebih longgar tentu sebaiknya ditukar lebih dulu sebelum masuk bandara.

Kedelapan, sebaiknya bawaan di kabin sedikit saja. Apalagi kalau hamil dan bawa balita. Tapi berhubung saya memanfaatkan kabin juga untuk bawa baju, jadi ya... gitu deh...  bawaan kabin saya tetap banyak.

Kesembilan, malu bertanya sesat di jalan. Jangan malu nanya walaupun dibilang ndeso. Ndeso-ndeso juga mau ke luar negeri nih... Hahaha. Dan yang pasti entah kapan ketemu lagi.. hihihihi.

Kesepuluh, beli Soes Beard Papa.

Yap, sepertinya itu saja tips perjalanan amatir dari saya. Beberapa saya laksanakan (terutama nomor 10), dan beberapa nggak. Semoga bisa jadi tips yang bermanfaat yah... :)

Friday, August 15, 2014

Siap-siaaap!!

Dalam 2 tahun ke depan, insya Allah saya akan menekuni profesi baru: Ibu Rumah Tangga (IRT). Awalnya memang nggak sengaja, walaupun sebenarnya sudah diniatkan sejak lama (tapi masih maju mundur). Pada bulan Juli 2013 saya pindah kerja ke tempat baru dengan pertimbangan: mendapat gaji yang lebih baik, bagian yang (saya pikir) lebih dekat dengan passion saya di bidang people development, tempat kerja yang tidak terlalu jauh, dan kejenuhan di tempat lama yang sudah membuat hari-hari saya tidak bersemangat. Padahal meninggalkan anak dari pagi sampai sore itu butuh alasan yang kuat lho... Saat itu saya masih ingin bekerja, IRT masih sebatas kepingin kepingin doang dan nggak jelas bagaimana rencana konkretnya.

Januari 2014 saya resign. Padahal secara umum saya cukup bahagia di tempat kerja. Alasannya utamanya karena Papah ingin saya membantu beliau di usahanya. Pada kenyataannya sih saya belum bisa banyak membantu beliau karena ini bidang yang sama sekali baru buat saya: software kontraktor. Namun, saya amat sangat tegiur dengan bayangan bahwa saya bisa punya waktu yang lebih fleksibel bersama Ihya.

Februari 2014 suami mendapatkan beasiswa Master dari pemerintah Australia selama 2 tahun. Saya tidak henti-hentinya bersyukur atas hal ini... Bukan sekedar karena saya bangga dengan pencapaian suami, tetapi akhirnya saya bisa menjadi IRT. Sempat kepikiran untuk kerja serabutan di sana demi menambah tabungan, tapi ndilalah hadirlah bayi kecil di rahim saya... Nampaknya memang Allah mencoba mengingatkan apa keinginan dalam doa-doa saya...

Kenapa sih pingin jadi IRT? Buat saya sederhana saja sih... Saya ingin memberikan standar emas dalam kehidupan anak-anak saya. Gampang? Ya nggak lah... Tapi anak-anak ini yang kelak akan saya pertanggung jawabkan di akhirat kelak. Anak-anak ini yang kemudian akan menuntut saya jika saya lalai terhadap mereka. Walaupun tidak ada larangan untuk Ibu untuk ikut bekerja dan mencari nafkah, tetapi memang telah ditetapkan itu lah tanggung jawab Ayah. Ibu menjadi pendidik anak-anak di rumah.

Semua orang di ibukota ini pasti tahu, biaya hidup itu mahal bung!! Bukan untuk bermewah-mewah lho... Sehingga akhirnya ayah dan ibu terpaksa bekerja. Sampai saat ini pun saya nggak punya masalah saat seorang Ibu lebih memilih untuk bekerja. Lha saya juga begitu kok... Tapi ada masanya, ketika saya berefleksi mengenai tumbuh kembang anak, saya merasa seharusnya saya melakukan yang lebih baik dari apa yang saya lakukan sekarang. Bahkan dengan kondisi saya yang cukup disirikin sama teman-teman (rumah dekat, ART baik, mertua deket rumah), saya merasa ini semua nggak cukup. Saya nggak bisa mengharapkan yang terbaik karena saya juga nggak total. Ini konsekuensi logis. Saya menyerahkan hasil pada Allah anak saya akan menjadi seperti apa dan bagaimana... tapi setidaknya saya memberikan yang terbaik.

Perempuan juga sekarang sekolah tinggi (bahkan terlihat lebih rajin di kelas dibanding teman-teman laki-lakinya... hehe). Wajar lah jika kami mengharapkan itu semua berujung pada penghidupan yang lebih baik. Dan bukan cuma soal uang semata, tetapi juga aktualisasi diri. Deuh... klasik banget ya aktualisasi diri?? Jujur sih... selama kurang lebih 6 tahun saya bekerja, saya lebih merasa cari duit dibandingkan aktualisasi diri. Haha. Ini juga yang membuat saya akhirnya berusaha ikhlas melepas pekerjaan.

Kalau ditanya, nanti soal uang gimana? Saya hanya bisa jawab: nggak tau. Insya Allah setiap orang sudah diatur rezekinya... *bwahaha... sederhana amat ya jawabannya...*. Soalnya selama ini saya tuh ribed, kebanyakan mikir, agak ambisius, dll. Tapi ternyata saya juga nggak puas dengan semua itu. Dan saya sudah beberapa kali menyaksikan bahwa rezeki-rezeki yang dulu ada dari kantong Ibu bisa pindah ke kantong Ayah dengan cara-cara yang tak disangka-sangka.
Kalau ditanya, nanti nggak bosen? Nah... ini sebenarnya lebih mudah... Kalau rezeki urusan Allah, kalau ini urusan saya. Mau saya bosen atau nggak ya ada di tangan saya. Kalau saya ternyata jadi IRT malas ya salah saya sendiri dan saya pasti bisa megubahnya.


Menjelang menyandang status IRT ini saya mencoba berilmu sebanyak-banyaknya dan menyiapkan diri... Semoga ini keputusan terbaik, insya Allah saya mengiringinya dengan niat baik... Bismillah :)

Tuesday, August 12, 2014

Kenangan Tentang Dia

Ada sebuah berita yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini, yang membuat kenangan saya melanglang ke mana-mana... Lewat Facebook (FB) saya cari namanya. Membaca linimasa yang jarang sekali muncul karena memang si gadis ini sudah tidak pernah posting apa-apa.

Saya kenal dia, di tahun 2009. Tidak lama setelah lulus saya bekerja sebagai guru di sebuah sekolah dengan konsep yang unik dan tidak konvensional. Saya bertugas untuk menjadi mentor di kelas paling tinggi yang siswanya setara dengan usia 2-3 SMA. Ada empat orang di kelas kami, salah satunya... dia.

Karena cuma berempat, tentu saja lebih mudah bagi saya untuk mengenal dan menjadi mentor bagi mereka. Namun, jangan tanya susahnya menyusun bahan ajar. Usia beda-beda. Karakter beda-beda. Latar belakang keluarga beda-beda. Kalau di sekolah konvensional guru nggak akan banyak ambil pusing dengan perbedaan-perbedaan itu dan punya target bahan ajar.

Selain mengajar, kami juga sering berbagi masalah pribadi. Karena saya tahu suka atau tidak suka pasti berpengaruh terhadap kondisi mereka saat belajar. Sampai suatu hari dia menghampiri saya, dia bilang ingin cerita. Inti ceritanya adalah: dia menyukai sesama jenis (perempuan) dan sudah punya pacar. Deg!! Rasanya pingin jedotin kepala ke tembok. Rasanya nggak pingin jadi guru, apalagi jadi psikolog (cemen banget sih gue...). Itu reaksi pertama saya.

Kemudian saya dengarkan ceritanya, yang ternyata menjelaskan bahwa hubunganmereka sudah berlangsung cukup lama. Awalnya dia bertemu dengan pasangannya di sekolah. Kok bisa? Padahal beda umur mereka cukup jauh... Ternyata pasangannya ini mengajar taekwondo dan kemungkinan sudah menjadi lesbian pada saat itu.

Hubungan mereka berlangsung terus. Dia kemudian mulai jarang muncul di sekolah dan kemudian tidak masuk sama sekali. Kemudian ia melepas hijabnya dan pergi dari rumah. Orangtuanya jelas melarang. Tidak ada kompromi soal orientasi seksual, karena homoseksualitas dilarang dalam Islam dan batasnya sangat nyata. Sementara dia sudah sedemikian terikatnya dan hubungan mereka bukan lagi sekedar telpon-telponan atau jalan bareng dan makan di mall. Mereka sudah terlibat aktif secara seksual.

Ibunya sering menghubungi saya... berharap saya bisa memberikan solusi atau paling tidak mendengarkan ceritanya. Terakhir, saya diminta menemui dia di panti anak Cipayung. Dia hidup di jalan... hidup dari mengamen dengan pasangannya. Sampai akhirnya ia terdampar di panti anak Cipayung. Akhir yang sama sekali tidak indah.

Akhir-akhir ini ada 2 komik yang diketahui mengandung pesan bahwa LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) adalah hal yang wajar dan normal. Masyarakatlah yang seharusnya menerima hal tersebut. Bahwa selama ini hak-hak mereka telah banyak dikebiri. Dan diri mereka telah disakiti.
Saya menganggap mereka manusia, sama seperti saya. Tapi jika sampai mempengaruhi seorang heteroseksual untuk menjadi seperti mereka... sungguh saya tidak terima. Jika bicara keyakinan... jelas... saya menentangnya karena dilarang dalam Islam. Sesederhana itu. Terbayangkah jika LGBT adalah sesuatu yang wajar? Manusia tidak lagi bereproduksi dengan cara yang alami. Mungkin tetap bisa dilakukan dengan bank sperma atau sukarelawan sel telur. Kemudian nasab tiap orang menjadi kabur. Tidak ada lagi Ibu dan Ayah, melainkan Ibu Ibu atau Ayah Ayah. Sementara dalam tahap perkembangannya anak membutuhkan peran Ibu dan Ayah. Yah... mungkin mereka tidak peduli, seperti merekapun tak apa-apa...

Khusus untuk dia... Dia kemudian meninggalkan ajaran agamanya... Meninggalkan keluarganya... Tercabut dari kerabat yang sebenarnya baik-baik saja... Hidup di jalanan dan kemudian masuk panti anak yang diisi oleh anak-anak bermasalah (jangan bayangkan mereka ditangani satu-satu oleh psikolog ya...)... kehilangan kesempatanya untuk mendapatkan pendidikan. Semua (katanya) atas nama cinta. Padahal bukan cinta semata yang membentuk dan mempertahankan hubungan yang sehat... di sana ada komitmen. Lalu adakah komitmen dalam cinta buta ini? Entahlah... Apakah dia masih merasa bahagia dengan cintanya ini? Entahlah...

Dia sayang... Di manapun kamu berada, Kakak mendoakanmu... Jangan kalahkan cintamu pada Allah. Ia lah sesungguhnya Maha Pencinta yang menganugrahi kita dengan rasa cinta.


Selamat Datang Trimester Kedua!!

Bismillahirrahmanirrahiim...

Setelah lama tertunda, akhirnya bisa juga nulis tentang kehamilan kedua ini. Sekarang kandungan sudah masuk minggu ke-24, sekitar usia 5 bulan. Dari hasil USG kami dapat kabar bayinya perempuan. Alhamdulillah... senang tentu saja. Karena anak kami yang pertama adalah laki-laki, menanti kelahiran bayi perempuan bikin deg-degan plus antusias karena penasaran.

Katanya sih... hamil anak perempuan itu lebih berat tapi melahirkannya lebih enteng... Entah teori dari mana... mungkin hanya pengalaman nenek moyang saja. Tapi kalau direfleksikan ke pengalaman hamil kedua ini, memang bener sih... Saat hamil pertama, selama trimester pertama sensasi maksimal yang saya rasakan "hanya" seperti masuk angin. Hanya sekali muntah. Hoek-hoek. Biasa lah ya... Namanya juga ibu hamil. Aktivitas juga masih berjalan seperti biasa.

Nah... di kehamilan kedua ini jadi akrab sama yang namanya mual dan muntah. Badan super lemes... Kalau nggak ditahan-tahan (inget susahnya masukin makanan ke dalam perut), mungkin bisa muntah setiap hari kali ya... Kondisi ini terasa paling parah di bulan kedua dan ketiga. Saya jadi males makan, karena rasanya serba salah... kenyang nggak seberapa lama... nggak lama malah mual-mual lagi. Karena itu juga mungkin 
BB saya nggak naik sampai kehamilan minggu 23 (seminggu yang lalu). Dan saya yang secuek ini bisa sampai nangis karena merasa lemah dan lemas lho... (salahkan hormon!!).

Begitu juga dengan orang-orang di sekitar saya... Dalam pengamatan saya sih memang banyak teman-teman yang hamil anak perempuan dan terlihat sangat lemah dan kepayahan.

Tapiii... kabar gembiranya, sekarang kehamilan sudah masuk trimester kedua. Oh yeah... masa-masa yang sangat indah... (dadah-dadah sama perut mual). Satu hal yang sering bikin mellow adalah karena saya harus LDR dengan suami dan sudah berjalan hampir 2 bulan... Tapi Alhamdulillah saya bisa puasa Ramadhan dengan cukup sehat.

Oia, saya dan suami dari dulu memang sudah punya satu nama untuk anak perempuan. Dan karena dedek bayi diperkirakan adalah perempuan maka kami memanggilnya dengan nama tersebut. Di luar dugaan, saat Ihya ditanya siapa nama dedeknya, ia menambahkan satu kata lagi... Jadilah walaupun kami kebingungan mencari artinya, tapi akan tetap dipakai karena ini nama pemberian dari sang kakak :)

Nah... PR selanjutnya adalah... makan yang bener!! Olahraga!! Karena selama trimester pertama kemarin maleees banget makan. Seringkali makan seadanya dan jadi keterusan sampai sekarang.

Selain soal fisik, saya juga lagi rajin ngikutin web www.bidankita.com dan baca buku Gentle Birth Balance karyanya Bu Bidan Yesie Aprilia. Semoga bisa tercapai keinginan untuk melahirkan dedek dengan sealami mungkin dan memberikan awal kehidupan yang indah baginya. We miss you dek, sehat-sehat di dalam perut Ibu ya... :)

Friday, April 4, 2014

See You in 8 Months, Bebe...

Bismillahirrahmanirrahiim...

Walaupun saya menyadari saya bukan orang yang cukup sabar menghadapi anak-anak, tapi saya sudah beberapa lama mengidamkan anak ke-2.

Perjalanan dengan saudara kandung pasti nggak selalu mulus lah ya... Tapi saya bersyukuuur sekali punya seorang Adik. Ditambah lagi 6 orang adik setelah menikah dengan Syami. Nggak berhenti sampai di situ, bertambah pula 2 orang ipar. Intinya bersaudara itu menyenangkan, walaupun nggak akan selalu mulus.

Saya ingin Ihya ikut merasakan nuansa itu. Bukan cuma jadi pusat perhatian, tetapi juga mampu berbagi. Bukan cuma hormat pada yang tua, tetapi juga menyayangi yang lebih muda. Bukan cuma bisa berbuat baik, tetapi juga menjadi teladan. Karena itu kami memanggi Ihya dengan sebutan Abang, bukan?

Nah, cerita lagi... dulu saya pingin jarak antar anak sekitar 4 tahun. Kenapa? Supaya biaya sekolahnya nggak barengan. Haha *biasa hidup prihatin*. Sekarang Ihya sudah berusia 3 tahun 3 bulan. Seharusnya saat ini saat yang sangat tepat untuk merencanakan kehadiran anak ke-2. Namun, karena rencana sekolah Syami di luar negeri, kami berusaha menahan dulu keinginan tersebut dan berhasil... sampai dengan minggu kemarin :D.

Memang Allah yang punya ketentuan, minggu lalu iseng saya pakai tes kehamilan pribadi karena sudah terlambat haid sekitar satu minggu dan hasilnya... 2 Garis J

Alhamdulillah... Allahu Akbar.

Saya belajar bahwa manusia nggak tau apa-apa tentang takdir. Tentang apa yang terbaik untuk mereka dan apa yang tidak. Saya berpikir punya anak nanti lebih baik: bisa segera ikut menemani suami, bisa tinggal di tempat yang sama sekali berbeda dengan tempat saya selama ini tinggal, dan yang pasti nggak berlama-lama LDM (Long Distance Marriage).

Namun, Allah punya kehendak berbeda yang PASTI lebih baik untuk keluarga kami. Awalnya galau banget karena membayangkan harus pisah berbulan-bulan dengan suami dalam keadaan hamil dan punya balita. Sekarangpun saya nggak punya sanggahan apa-apa untuk kegalauan tersebut. Tapi satu yang pasti, galau dan sedih tidak akan menghasilkan sesuatu yang produktif. Alih-alih menenangkan justru menambah beban pikiran. Untuk hal yang satu ini suami saya memang benar-benar tauladan: logis dan tenang.

Sekarang saya sedang berusaha menata dan mendata apa saja yang harus saya lakukan, dimulai dari: memasang teralis di rumah supaya lebih tenang, hehe. Dan pastinya menikmati sata-saat berdua dengan suami yang nggak lama lagi (eh, bukan buat selamanya ya... 6 bulan aja ya Allah... AMIN!).

So, see you in 8 months bebe... We miss you J