Bismillahirrahmanirrahiim...
Walaupun saya menyadari saya
bukan orang yang cukup sabar menghadapi anak-anak, tapi saya sudah beberapa
lama mengidamkan anak ke-2.
Perjalanan dengan saudara kandung
pasti nggak selalu mulus lah ya... Tapi saya bersyukuuur sekali punya seorang
Adik. Ditambah lagi 6 orang adik setelah menikah dengan Syami. Nggak berhenti
sampai di situ, bertambah pula 2 orang ipar. Intinya bersaudara itu
menyenangkan, walaupun nggak akan selalu mulus.
Saya ingin Ihya ikut merasakan
nuansa itu. Bukan cuma jadi pusat perhatian, tetapi juga mampu berbagi. Bukan
cuma hormat pada yang tua, tetapi juga menyayangi yang lebih muda. Bukan cuma
bisa berbuat baik, tetapi juga menjadi teladan. Karena itu kami memanggi Ihya
dengan sebutan Abang, bukan?
Nah, cerita lagi... dulu saya
pingin jarak antar anak sekitar 4 tahun. Kenapa? Supaya biaya sekolahnya nggak
barengan. Haha *biasa hidup prihatin*. Sekarang Ihya sudah berusia 3 tahun 3
bulan. Seharusnya saat ini saat yang sangat tepat untuk merencanakan kehadiran
anak ke-2. Namun, karena rencana sekolah Syami di luar negeri, kami berusaha
menahan dulu keinginan tersebut dan berhasil... sampai dengan minggu kemarin :D.
Memang Allah yang punya
ketentuan, minggu lalu iseng saya pakai tes kehamilan pribadi karena sudah
terlambat haid sekitar satu minggu dan hasilnya... 2 Garis J
Alhamdulillah... Allahu Akbar.
Saya belajar bahwa manusia nggak
tau apa-apa tentang takdir. Tentang apa yang terbaik untuk mereka dan apa yang
tidak. Saya berpikir punya anak nanti lebih baik: bisa segera ikut menemani suami,
bisa tinggal di tempat yang sama sekali berbeda dengan tempat saya selama ini tinggal, dan yang pasti nggak
berlama-lama LDM (Long Distance Marriage).
Namun, Allah punya kehendak
berbeda yang PASTI lebih baik untuk keluarga kami. Awalnya galau banget karena
membayangkan harus pisah berbulan-bulan dengan suami dalam keadaan hamil dan
punya balita. Sekarangpun saya nggak punya sanggahan apa-apa untuk kegalauan
tersebut. Tapi satu yang pasti, galau dan sedih tidak akan menghasilkan sesuatu
yang produktif. Alih-alih menenangkan justru menambah beban pikiran. Untuk hal
yang satu ini suami saya memang benar-benar tauladan: logis dan tenang.
Sekarang saya sedang berusaha
menata dan mendata apa saja yang harus saya lakukan, dimulai dari: memasang
teralis di rumah supaya lebih tenang, hehe. Dan pastinya menikmati sata-saat
berdua dengan suami yang nggak lama lagi (eh, bukan buat selamanya ya... 6
bulan aja ya Allah... AMIN!).
So, see you in 8 months bebe... We miss you J