Thursday, December 4, 2014

Cerita VBAC

Bismillahirrahmanirrahiim...

Saking lamanya nggak nerusin sambungan dari cerita pertama tentang Sulha, jadi banyaaaaak banget hal yang mau ditulis.

Dek Sulha sekarang berusia 3 minggu 4 hari. Dan selama itu pula banyak cerita naik-turun dan sedih-senang di keluarga kecil kami.
*Tarik napas... Buang...*

Kali aja ada beberapa orang yang menunggu update dari cerita Dek Sulha dan kecewa karena update-nya kok lama banget... Hehe.
Jadi gini, putri kecilku ternyata belum bisa melekat dengan baik ke payudara untuk menyusu. Efeknya tau dooong... laper terus dan bangun terus yang membuat saya lelah (banget) dan harus begadang akut. Deuh, boro-boro deh nulis blog... Anak sulung aja terlantar *maap ya Bang...*
Selain itu, Kang Mas Suami sedang berjibaku dengan tugas akhir semester yang... ya... jangan ditanya lah ya. Beliau sambil nyambi kerja pula. Jadi setiap mau nulis laptop biasanya sedang menemani Suami mengerjakan tugas-tugasnya. Dan  Alhamdulillah sekarang semuanya sudah selesai *tinggal tunggu nilai*

Eh... ada pula cerita Sulha dirawat semalam di RS dan sekarang kami sedang siap-siap pindahan ke unit yang baru. What a busy month!!

***

Kelamaan ya pembukaannya? Hehe
Kehamilan ini seperti yang pernah saya ceritakan sebelumnya adalah kehamilan tak terduga sekaligus terencana. Terencana karena memang saya punya rencana memiliki anak dengan jarak 4 tahun. Tak terduga karena kami sempat menunda rencana itu karena Suami mendapatkan beasiswa AAS ke Adelaide Australia.

Kehamilan yang kedua ini boleh dibilang agak berbeda dengan kehamilan pertama.
Hamil pertama mualnya standar... hamil kedua mual parah.
Hamil pertama doyan makan dan ngemil... hamil kedua makan karena laper.
Hamil pertama makanan super terjaga... hamil kedua gitu deeeh...
Hamil pertama stress berat sama bos... hamil kedua Alhamdulillah dapet bos terbaik sejagad raya.
Hamil pertama belum tahu banyak tentang kehamilan dan persalinan... hamil kedua sudah mulai melek Gentle Birth (GB).

Awal perkenalan saya dengan GB adalah 2 bulan setelah saya melahirkan Ihya dengan proses operasi ceasar (SC). Jujur saat itu saya nangis, nyesel karena nggak memberdayakan diri dan mencari bekal pengetahuan yang cukup sejak awal. Perkara Ihya lahir dengan SC ya sudahlah... sudah takdir. Tapi dalam hati saya menyesal karena belum melakukan usaha terbaik untuk proses persalinan yang alami.

Sejak itu saya ber-azzam untuk memberdayakan diri sedapat mungkin agar dapat melahirkan secara normal. Kalaupun harus SC lagi ya pasrah karena sudah berusaha yang terbaik. Eh... ndilalah nggak gampang. Mulai dari mual yang bikin saya udah nggak peduli mau makan apa... yang penting masuk. Ngerasain LDM-an dengan Suami sekitar 2 bulan. Capek ke sana ke mari ngurus administrasi saya dan Ihya supaya bisa nyusul ke Adelaide...

Boleh dibilang saya mulai kembali ke jalur yang benar setelah sampai di Adelaide. Makan jelas nggak sembarangan karena kebanyakan buatan sendiri. Buah-buahan yang di Indonesia mahal di sini bisa dibilang murah, jadi rajin banget makan buah. Banyak jalan karena ke mana-mana naik kendaraan umum (yang kemudian mandek setelah Suami bisa nyetir mobil, hehe). Banyak aktivitas fisik karena nggak ada ART dan punya balita (ngepel jongkok dooong...).

Tadinya sempat pesimis karena saya nggak paham bagaimana sikap RS dan tenaga kesehatan di sini dengan niat saya untuk VBAC dan beberapa ilmu baru yang saya dapat mengenai GB. Tapi begitu ketemu sama tenaga kesehatan di sini, saya justru lebih semangat lagi. Kenapa?
Pemeriksaan yang mereka lakukan nggak ribed. Hanya ukur perut dan mendengarkan detak jantung bayi. Tapi sesi bisa berlangsung lama karena mereka bisa menjelaskan banyak hal dengan detail (banget). Dokternya boleh beda-beda (maklum... Public Hospital), tapi semua membolehkan saya untuk memilih posisi melahirkan yang paling nyaman. Selain itu sepertinya prosedurnya cukup ketat... Ada kelainan sedikit langsung tes ina inu (untung pakai asuransi... hehe).
***

Menjelang minggu-minggu persalinan saya mulai baca kembali dokumen-dokumen di Grup FB Gentle Birth Untuk Semua dan nonton video di You Tube. Asli panik karena nggak dapat kelas Antenatal di RS karena sudah penuh. Nggak lupa banyak ngobrol sama teman saya Fadjri yang usia kehamilannya berdekatan. Nggak lupa maksa-maksa suami untuk ikutan baca dan nonton (kayaknya sih nggak dibaca dan nggak ditonton, Alhamdulillah tetap siaga sepanjang proses persalinan).

Hari Minggu, 23 November 2014 ada sedikit darah muncul. Yak, ini tanda waktu persalinan sudah mendekat. Tapi berhubung kontraksi masih ringan dan saya ingin memperbanyak aktivitas fisik, akhirnya kami masih sempat pergi ke Baby Kids Market untuk cari Car Seat buat si bayi.
Ndilalah kok ya sekitar jam 11.00 kontraksinya ilang aja gitu...

Hari Senin, 24 November 2014: Nggak ada kontraksi sama sekali.
Hari Selasa, 25 November 2014 dini hari saya terbangun. Perut mulas. Masih nggak gimana-gimana sih mulasnya (secara ya... kalau di sinetron kan orang mau ngelahirin kayaknya dahsyat banget mulesnya). Pas banget hari itu adalah jadwal saya kontrol ke dokter. Saya memang berkali-kali bilang sama dedek di dalam perut: "Dek, paling nggak kasih kesempatan Ibu untuk ketemu dokter hari Selasa besok yah...".
Hari itu rame banget. Biasanya dalam setengah jam saya sudah dipanggil. Saat itu saya dipanggil setelah menunggu 1,5 jam sambil menahan mulas yang semakin kuat.
Begitu masuk ruangan, konsultasi sebentar dan menelan kecewa karena nggak bisa water birth, dokter cek pembukaan dan ternyata sudah pembukaan 3 (Yeah!! Meningkat dooong... waktu melahirkan Ihya cuma bukaan 1 sajah).
Saya dirujuk ke bagian Women's Assesment Centre. Di sana saya diobservasi selama beberapa waktu untuk memonitor detak jantung bayi dan kontraksi. Plus ambil darah yang jujur saya lupa untuk apa. Hasilnya... saya nggak boleh pulang.
Jadilah saya dan suami bingung... Kami bingung mau menitipkan Ihya di mana?? Sebenarnya kami sudah minta tolong kepada dua keluarga: Mbak Ranis dan Lia dan Riska. Tapi di hari itu dua-duanya sedang keluar kota... Duh!
Ujian pertama saya adalah merelakan suami pergi untuk cari tempat titipan plus ngomong baik-baik sama Ihya bahwa kami harus pergi sementara karena Dedek sebentar lagi akan lahir. Setelah diajak ngomong selama 1 jam akhirnya Ihya bersedia dititip ke Mbak Dinar. Dan kemudian dijemput oleh Mas Riska untuk menginap di rumahnya.
Sementara saya dipindah ke Delivery Suite. Intinya mah itu ruang bersalin yang cukup luas. Yang saya suka dari Delivery Suite ini tempatnya nyaman banget, luas dan punya jendela besar yang mengarah ke taman kota yang hijau. Tiap kontraksi datang saya memandang pepohonan hijau yang menenangkan itu... Saya dijaga oleh satu Bidan, namanya Kirsten. Mbak Kirsten ini masih muda dan cantik. Tapi yang spesial dari dia adalah: dia menunggui dan merawat saya dengan sabar. Setiap tindakan yang akan dan mungkin diambil dijelaskan satu per satu. Dia juga menawarkan berbagai alternatif untuk membantu proses persalinan dan bahkan menelpon suami untuk menjelaskan bahwa ketuban akan dipecahkan untuk membantu pembukaan. Karena pembukaan terbilang lambat... selama kurang lebih 6 jam pembukaan hanya bertambah menjadi bukaan 4.
Setelah ketuban dipecahkan pembukaan memang langsung maju dengan pesat. Fiuh... mulailah saya merasakan perjuangan seorang ibu untuk melahirkan normal. Rasanya hampir nggak bisa digambarkan dengan kata-kata...

Tapi di tengah-tengah kontraksi yang terus naik giliran jaga Mbak Kirsten habis. Lha? Piye toh... sopo sing nunggoni aku??
Mungkin karena prosedurnya jelas, kalau shift berganti ya mereka bakal pulang dan digantikan nakes yang lain. Agak panik sih... tapi bidan yang menggantikan Mbak Kirsten ini nggak kalah sabar dan telatennya, namanya Claire Marks. Ya Allah... rasanya nggak habis terimakasih saya untuk mereka berdua yang menunggui saya dengan sabar dan sangat suportif. Harap diingat juga saya orang asing yang kadang nggak paham penjelasan mereka sehingga harus dijelaskan beberapa kali.

Sampai kira-kira jam 22.00 saya merasakan dorongan yang sangat kuat untuk mengejan. Rasanya kepala bayi sudah ada di ujung liang lahir. Karena saya tahu tidak boleh mengejan jika bukaan belum lengkap, saya minta untuk diperiksa kembali *Mbak Claire pake minta ijin aja gitu loh...*. Ternyata sudah bukaan lengkap, Alhamdulillah...

Setelah itu setiap kontraksi datang saya berusaha mengejan dalam posisi berdiri. Sempat adegan teriak-teriak sih... Tapi dikasih tahu kalau saya hanya membuang energi. "Coba arahkan teriakanmu untuk mengejan". Nah lho... emang bisa? Ya pokoknya gitu deh... Saya nggak menyebut secara lisan, tetapi saat itulah saya banyaaak sekali mengingat Allah meminta kuasanya agar bayi ini cepat dilahirkan.
Namun karena mereka kesulitan untuk memonitor bayi saya diminta untuk naik ke tempat tidur. Beberapa kali mengejan bayi belum juga keluar. Sampai akhirnya mereka meminta untuk dilakukan episiostomi.

Jawaban saya: NO!!
Kenapa ditolak? Pertama, saya yakin tubuh saya mampu tanpa intervensi apapun. Tapi... gimana kalau saya nggak sesiap itu yah...?
Kedua, boo... kena silet di jari aja sakit... apalagi kalau jalan lahir digunting. Entah kayak apa sakitnya.
Tapi beberapa kali dicoba bayi belum juga keluar. Saya minta untuk mengejan sekali lagi. Jika memang tidak bisa, saya menerima untuk diepisiostomi. Dan memang bayi belum juga keluar... 
Akhirnya saya pasrah... mereka bisa gunting di kontraksi selanjutnya. Alhamdulillah... Allahu Akbar... keluar juga dedek bayi yang kami tunggu selama 38 minggu...

Eh, tapi emang digunting ya? Kok nggak kerasa? Ya begitulah saudara-saudara... mulas saat melahirkan sebegitu menyita perhatian tubuh kita sampai diepispun nggak bakal berasa. Hahaha.

Ya Allah... (mau nangis nih...) saat itu saya merasakan keagungan Allah yang luar biasa... Nggak percaya saya telah melaluinya (ya... abis itu masih ada jahit menjahit plus nyeri selama dua minggu sih...). Bahkan orangtua saya pun terdengar seperti mau nangis saat tahu saya sudah melahirkan normal.
Terimakasih pula Engkau telah mengirimkan orang-orang baik di sekitarku. Suami yang siap siaga. Anak yang amat sayang kepada adiknya. Teman-teman yang siap membantu (Thanks to Lia dan Riska!!). Dan dipertemukan dengan nakes yang luar biasa suportif (Thankyou very much Claire... *mau nangis lagi*). 

Kemudian saat tali pusat akan digunting saya minta mereka menundanya sebentar sampai selesai Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Tapi kok ya mereka ngehnya pemeriksaan bayi ditunda sampai dengan selesai IMD. Ah... yasutralah... udah kesengsem ngeliat muka si Dedek, hehe. Males juga ngejelasin pake bahasa Inggris. Dan di sini kehormatan memotong tali pusat diserahkan pada sang Ayah :)
Lagi-lagi Alhamdulillah Allah memberikan saya kesempatan untuk VBAC. Bukan karena saya menganggap persalinan normal lebih mulia dari SC, nggak sama sekali. Saya hanya ingin memberikan proses persalinan yang alami bagi Dek Sulha dan semoga memberikan manfaat untuk kehidupannya kelak.

Fiuh... panjang juga yah ternyata... 
Kalau boleh merangkum, VBAC ini menurut saya rangkaian usaha dari awal kehamilan. Semakin siap Insya Allah semakin baik hasilnya. Tapi jangan juga jadi kaku dan menolak intervensi medis kalau diperlukan ya... keselamatan Ibu dan Bayi adalah yang utama.
Untuk yang sedang dalam masa kehamilan... 
Jangan lupa berdoa sama Allah untuk senantiasa diberikan kemudahan.
Makan makanan yang menyehatkan dengan nutrisi seimbang.
Olah fisik secara rutin, terutama melatih bagian panggul menjelang persalinan.
Banyak-banyak cari ilmu dan informasi.
Pilih tenaga kesehatan yang siap diajak berdiskusi.
Libatkan pasangan sedapat mungkin.
Jaga agar emosi senantiasa positif dan bahagia.
Latihan pernapasan!!
Jika semua usaha terbaik sudah dikerahkan, tak masalah apapun hasilnya bukan?

Hah... akhirnya sudah ditulis semuanya. Semoga pengalaman ini bisa memberikan manfaat.
Salam!!