Friday, January 2, 2015

Ujian ASI

Bismillahirrahmanirrahiim...

Saya adalah orang yang cuek dan santai. Kadang kehilangan arah dan suka nggak jelas tujuan hidupnya saking santai dan kebanyakan maunya *eh, apa sih nih... kok jadi nyebar aib*. Tapi di sela kecuekan itu ada bagian diri saya yang perfeksionis dan ngotot. Apalagi kalau hal-hal tersebut punya landasan yang benar dan nyata.

Salah satunya adalah: Menyusui.
Untuk anak pasti orangtua ingin mengusahakan yang terbaik, dan sayapun begitu. Saat Ihya lahir, saya tahu saya akan menyusui Ihya secara eksklusif selama enam bulan, melengkapinya dengan MPASI homemade tanpa gula garam hingga usia satu tahun, sama sekali tidak menggunakan susu formula, dan menyapihnya ketika usia dua tahun (weaning with love tentunya ya qaqa...). Dan saya melakukan semuanya.

Nggak hanya ASI Eksklusif, Ihya harus bisa menyusu langsung. Karena Ihya sempat mengalami bingung puting karena diberikan ASI Perah melalui dot saat ia dirawat di rumah sakit karena infeksi. Dan jangan tanya susahnya... (sampai sekarang saya masih parno memberikan susu pakai dot). Setelah mampu menyusu langsung Ihya juga nggak pernah pakai dot agi sampai dengan sekarang.

Dengan pengalaman-pengalaman itu saya yakin bisa menerapkannya dengan mudah ke anak saya yang ke dua, Sulha. Tambah PD karena kengototan saya juga mengantarkan saya VBAC.
Tapi kayaknya bukan hidup ya kalau mulus dan lancar terus...

Saat kunjungan pertama oleh suster dari RS ke rumah, ketahuanlah berat badan Sulha turun lebih banyak daripada angka normal 10% dari berat badan lahir. Memang Sulha masih belum lancar benar menyusu. Saya yang kemarin PD jaya itu mulai resah... Lalu saya diminta untuk memberikan ASI perah ekstra kepada Sulha setelah menyusu.
Setelah kunjungan ketiga berat badan Sulha sudah naik dengan sangat baik. ASI pun Alhamdulillah lancar. Namun, nggak lama setelah itu saya merasa Sulha semakin malas menyusu. Saya berspekulasi bahwa hal tersebut karena saya memberikannya ASI perah. Akhirnya saya hentikan pemberian ASI perah karena berat badannya sudah naik cukup signifikan.
Tapi sebenarnya Sulha memang belum bisa menyusu dengan baik. Kami berdua masih berusaha untuk menemukan posisi perlekatan yang pas. Karena asupan yang kurang, Sulha sering terbangun untuk menyusu. Ia pun sepertinya lelah karena energinya banyak tersita untuk menangis dan belajar menyusu karena memang saya "paksakan" (tiger mom juga kayaknya yah... Hehe).

ASI saya kemudian turun drastis. Mungkin karena saya frustasi dan lelah. Frustasi karena saya nggak paham apa lagi yang harus saya lakukan agar Sulha bisa menyusu dengan baik. Saya nonton banyak video di You Tube, menghubungi beberapa teman konselor laktasi, dan mencoba segala posisi. Lelah karena jam tidur saya jelas berkurang drastis (nggak usah susah menyusu juga punya anak bayi pasti begadang...). Ditambah lagi asupan makanan berkurang (tahu lah gimana repotnya saya dan suami ngurus rumah dan dua anak berdua saja di sini... suami juga sedang tersita energinya untuk tugas akhir semester). Di sini kan nggak ada cerita jajan atau beli makan di luar ya... jadilah kadang saya makan seadanya. Bahkan Ihya pun sering telat makan.

Selama seminggu saya bergulat dengan keadaan tersebut, saya tahan karena saya ngotot Sulha harus bisa menyusu langsung. Alhamdulillah usaha saya membuahkan hasil. Sulha sudah mulai bisa menyusu dan ASI pun mengalir deras kembali... sampai petugas Child & Family Healthcare datang dua hari kemudian dan ketahuanlah bahwa berat badan Sulha hanya 2.9 kg. Padahal berat lahirnya 3.46 kg. Menurutnya, itu sudah merupakan alarm bahwa Sulha harus diperiksa apakah ada kondisi medis yang menyebabkan berat badannya turun drastis. Singkatnya, ia merujuk Sulha kembali ke rumah sakit dan kemungkinan harus dirawat. Hati langsung menciut...

Kami langsung siap-siap dan kembali ke Woman & Children Hospital. Di sana Sulha dites darah dan urine secara berkala. Berat badan, detak jantung, dan suhu tubuhnya dimonitor secara berkala. Saat pertama kali Sulha diharuskan tes urine, saya sampai menahan tangis (yang ternyata nggak bisa ditahan) saat Sulha harus dimasukkan kateter. Ya Allah... jangankan bayi, saya aja merasakan nyeri... Tapi Alhamdulillah ada dua orang suster yang super sabar. Mereka tahu menggunakan kateter bisa traumatis bagi bayi dan keluarganya, sehingga mereka mengusahakan cara konvensional terlebih dahulu dan berhasil (hah... lega...). Saat dirawat juga sempat ingin dimasukkan kateter kembali untuk tes urine, tetapi sebelum sempat tindakan Sulha sudah pipis duluan... (gadis pintaaar...)

Malam itu Sulha terbangun terus karena masih agak susah menyusu dan ASI saya turun drastis. Selain itu Sulha yang biasa tidur di dekat saya harus tidur di box. Belum lagi harus dimonitor beberapa jam sekali.
Setelah cek ini itu Alhamdulillah nggak ada penyakit apapun. Sulha hanya kekurangan asupan karena masalah perlekatan dan ASI saya yang sedang menurun produksinya. Sungguh ini peringatan banget buat saya (dan mungkin ibu-ibu lainnya), semangat ASI boleh... tapi jangan lupa untuk monitor terus tanda-tanda kecukupan ASI. Dengan pengalaman punya anak sebelumnya saya pikir akan lebih mudah... tetapi ternyata enggak juga... ya harus tahu ilmunya. Termasuk kengototan saya bahwa Sulha harus menyusu langsung. Bagaimanapun kecukupan asupan lebih utama. Akan ada tahapan di mana massa otot sudah lebih cukup apabila bayi harus berlelah-lelah  menyusu atau belajar menyusu. Tapi jika masa itu belum datang resikonya bayi justru memakai asupan untuk menangis dan berusaha keras alih-alih untuk tumbuh.

Terakhir Sulha harus diberikan susu formula. Konselor laktasi yang membantu kami juga menyarankan demikian. Sedih? Gimana ya... saya menganggap susu formula adalah obat untuk Sulha yang saat itu sedang sakit. Jadi nggak sedih sih... Lebih menyesal karena nggak mendeteksi kecukupan gizinya sejak awal.

Tiap minggu kami diminta kontrol ke GP (General Practicioner). Saat dirawat bb Sulha 2.9, terakhir ditimbang minggu lalu sudah 3.7 :) Nyusu juga sudah mulai bisa. Tapi saya nggak mau ambil pusing. Kalau bisa Alhamdulillah... kalau lagi ngadat ya langsung kasih ASI perah atau susu formula. Akhirnya datang juga masa di mana keadaan sama sekali tidak ideal ya... kali aja suatu hari datang juga masa orang menilai saya berbeda karena ngasih susu formula. Haha.

Nyusunya pun banyak bangeeet... mudah-mudahan memang sedang mengejar ketertinggalannya kemarin.
Kalau berat badannya sudah dinyatakan aman Sulha bisa melepas susu formulanya. Alhamdulillah berat badannya naik dengan cukup baik. Mohon doanya buat Sulha ya...