Dulu, saat saya akhirnya merasakan betapa
indahnya menyusui Ihya, saya berkata pada diri saya sendiri: seandainya saya
ibu yang egois, maka saya akan menyusui Ihya selamanya. Itu menggambarkan bahwa
perasaan bahagia dan kegembiraan yang saya rasakan saat menyusui memang
benar-benar luar biasa. Sampai saya emoh melepaskannya. Percaya nggak, pernah
lho, suatu malam saya sulit memejamkan mata. Setelah beberapa waktu
bengong-bengong nggak jelas, saya membangunkan Ihya yang tengah tertidur lelap
agar menyusu. Saya berharap oksitosin dan endorphin
yang muncul bisa membantu saya untuk terlelap. Dan usaha tersebut berhasil!!
*ibu macam apa ini...*
Saat masa awal
kelahiran Ihya saya juga akhirnya tahu, bahwa ada satu metode yang dianggap
terbaik untuk menyapih buah hati. Weaning With Love (WWL). Pada dasarnya saya
nggak peduli mau menyapih dengan cara apapun. Saya hanya peduli bahwa cara yang
saya pakai adalah yang terbaik. Paling tidak saya telah mengusahakan cara yang
terbaik. Begitu juga dengan menyusui. Begitu juga dengan MPASI. Dan begitu juga
dengan menyapih.
WWL secara
singkat (menurut saya) adalah cara menyapih tanpa trauma, cara yang jujur, cara
yang mendewasa, dan tentu saja, penuh cinta. Secara operasional, WWL saya
terjemahkan sebagai: kalau minta, kasih. Kalau nggak, diamkan. Eh, lama ya bo’
kayaknya kalau gini mah? Saya ingat betul saat
Mega disapih. Itu jeritannya sampai tetangga 3 rumah di depan. Sekarang
pilihannya: WWL tapi lama. Nggak WWL tapi cepat. Yaaa.... sudahlah, tetep hidup
WWL!!
Saya sudah siap
dengan kemungkinan Ihya akan menyusu sampai usia 3 tahun sekalipun. Saya
berusaha menyiapkan diri tentang pandangan orang dan lain sebagainya. Dan di dalam
hati kecil, saya merasa bahwa menyusui lah yang melekatkan Ihya pada saya.
Sementara saya bekerja, trus, apa lagi dong senjata gue? Hehe. Ini juga yang
membuat saya sok tabah dengan WWL, padahal mah emang pingin lama-lama aja
nyusuinnya.
Dan kemudian,
waktu berlalu. Bulan demi bulan. Sampai akhirnya tinggal
beberapa hari saja menuju Ihya usia 2 tahun. Whattt??!! Cepet banget!! Saya
yang tadinya santai pun mulai panik karena orang sekitar sudah mulai
menyarankan Ihya untuk disapih. Sempat saya berpaling dari WWL karena khawatir
Ihya tidak akan mau melepas masa menyusuinya. Namun, saya harus balik lagi.
Menyusui Ihya = perjuangan berat buat saya, apalagi di awal masa menyusui. Maka
saya akan melepasnya dengan cara yang terbaik, sesulit apapun itu.
Sekarang Ihya
berusia 2 tahun 9 hari. Entah sejak beberapa
hari yang lalu Ihya bisa dibilang sudah nggak nenen lagi. Serius, saya sempat
terdiam beberapa saat karena memikirkannya. Saya sedih, tapi saya juga bahagia.
Karena kami melepas satu sama lain dengan cara yang minim tekanan. Tanpa
manipulasi. Tanpa tangis berlebihan. Ini indah menurut saya. Saya hanya tak
menyangka sebegini cepat.
Sementara ini,
saya bisa bilang kalau Ihya sudah berhasil disapih dengan baik. Saya juga telah
melaksanakan kewajiban untuk menyusui Ihya. Namun, kelak kedekatan kami akan
berganti bentuk dari waktu ke waktu. Tinggal di satu tahap terlalu lama berarti
saya menghambatnya untuk menjadi besar dan dewasa. Tapi, tetep ya, alih-alih
meminta anakku supaya cepat besar, sepertinya saya lebih ingin Ihya melalui
semua tahapan perkembangan hidupnya dengan baik, walaupun mungkin melalui waktu
yang lebih lama.
Selamat menempuh
petualangan-petualangan baru, Nak!! Ibu loves you :)
-Terimakasih
untuk Ayah yang luar biasa. Nggak tahu deh kalau nggak ada Ayah jadinya
gimana... Love you to, Bun!-
*) Cerita lebih
lengkap di posting selanjutnya.
![]() |
Tidur Tanpa Nen, hehe. |
![]() |
Kayaknya sebentar lagi siap disunat nih, hehe |
![]() |
Plus mulai emoh disuapin |
No comments:
Post a Comment