Wednesday, September 2, 2015

Mt. Buller Roadtrip

Bismillahirrahmanirrahiim…

Setelah hampir sebulan berlalu, akhirnya cerita tentang roadtrip Mt. Buller terbit juga!! Umm… sebenarnya udah sempat nulis lumayan panjang dan rencananya akan dibuat beberapa tulisan, tapi… siapa lah aku ini… kayak bakal ada yang baca ajah. Hihi. Jadi, mumpung mood nulis lagi bagus dan anak-anak tidur, mari kita nge-blog sambil ditemani secangkir kopi karamel.

Penting banget yah roadtrip ini buat diceritain?? Penting banget!!
Pertama, karena ini adalah perjalanan darat terpanjang pertama keluarga Hisyami Adib. Kedua, karena perjalanan ini mempertaruhkan banyak hal *tsaaah* Terutama kenyamanan selama perjalanan. Masing-masing punya karakter tersendiri. Ada yang sangat hati-hati dan maunya semua sesuai rencana... Ada yang spontanitasnya suka kelewatan... Ada yang energinya besar dan gampang bosan... Ada juga yang  masih bayi. Tahu kan semanis-manisnya bayi tetep suka-suka dia dong... mau pup kek, mau nangis kek, mau nyusu kek…

Cerita sedikit ya... Dari awal tahu kalau Bunny (ini panggilan sayang buat suami saya :)) jadi penerima beasiswa AAS, yang saya tanya adalah: di Australia ada salju nggak? Jawabnya: Ada. Dan diidam-idamlah itu yang namanya salju. Sampai suatu ketika saya mikir… Abang bakal seneng nggak ya main salju? Karena tahu dong… anak segitu kalau udah cranky nggak peduli bapak ibunya keluar duit berapa… Hahaha. Nyesek nggak siiih… Akhirnya dari sana rencana persaljuan maju mundur. Tapi si Ibu galau dan pingiiin banget ngerasain salju beneran. Long story short, akhirnya diputuskanlah kami berangkat ke Mt. Buller. Naik mobil. Pertama, karena lebih ekonomis. Kedua, karena passportnya Sulha belum jadi. Daripada tiba-tiba terhalang di bandara dan gigit jari, diputuskanlah kami berangkat naik mobil. Ketiga, akan lebih mudah berhenti dan istirahat kalau dua anak tiba-tiba bosan di jalan.

Tadinya Bunny menolak mentah-mentah ide ini. Karena pasti perjalanan akan sangat lama dan melelahkan. Google Maps boleh bilang perjalanan hanya makan waktu 8 jam. Tapi bawa bayi dan balita? Mana mungkiiin… Total kami menghabiskan 14 jam saat berangkat dan lebih lama lagi saat pulang.
Rencana awal yang saya ajukan, setelah dari Mt. Buller kami akan berkeliling Melbourne dab kemudian pulang lewat Great Ocean Road (GOR). Tapi sepertinya nggak memungkinkan karena melewati GOR sendiri sudah makan waktu cukup lama. Bisa-bisa kami sampai di Twelve Apostles saat hari sudah gelap. Karena kami lebih tertarik dengan objek di sepanjang GOR, akhirnya jalan-jalan Melbourne dicoret dari rencana.

Alhamdulillah selama perjalanan terbilang cukup nyaman dan menyenangkan, yang nggak enak-nggak enak pun buat kami jadi pengalaman tersendiri yang tak terlupakan.

Pemandangan sepanjang jalan buat saya indaaah banget. Dari mulai padang rumput, samudera, sampai hutan. Hutan? Yep. Entah dapat info dari mana kami diarahkan Waze lewat Cape Otway Rain Forest. Padahal Google Maps menyarankan jalan yang berbeda. Sempet bete sih karena saya pegang Gmaps. Bayangkanlah seorang pengemudi pemula masuk hutan yang jalanannya sempit dan basah. Langit yang tadinya terang tiba-tiba jadi gelap terhalang pohon-pohon tinggi. Alhamdulillah masih jalan di pinggir tebing, bukan jurang. Tapi teteup jantungan karena tiba-tiba terhalang gundukan tanah longsor. Sepanjang jalan ada peringatan bahwa jalan yang sempit itu banyak dilalui truk kayu, untungnya nggak ada ketemu. Begitu keluar hutan rasanya legaaa banget.

Beberapa kali mobil kami sedikit goyang karena terpaan angin, maklum... mobil kecil ditambah lagi jalanan cukup lengang dan di kanan kiri ada hamparan rumput terbuka.

Gimana Abang selama di perjalanan? Amat sangat bisa ditebak dia akan bete karena energinya yang besar itu nggak tersalurkan. Mulai dari minta pulang di tengah jalan... membuat suara-suara aneh... dan sempat juga dia menggumam sepanjang jalan: “I’m so so so so so tired” yang diucapkan dengan aksen Australia (yang membuat kalimat itu 5 kali lebih nyebelin). Tapi Alhamdulillah saat perjalanan pulang Abang jauuuh lebih kooperatif. Mungkin karena kami jalan dengan lebih santai dan berhenti di beberapa objek. Mungkin juga karena Abang bahagia banget bisa main salju seharian (umm… nggak seharian sih, tapi cukup puas lah!!). Rasanya lega banget melihat Abang senang main di Mt. Buller. Dia cuma merengek saat diajak pulang. Saya sendiri puasss banget bisa menikmati hamparan salju. Alhamdulillah cuaca cukup cerah, anak-anak juga sehat dan nggak ada keluhan berarti. Momen paling indah buat saya adalah saat naik chairlift. Salju di mana-mana dan sunyi sampai hampir nggak terdengar suara apapun, kayaknya untuk beberapa saat saya merasa bener-bener sendiri... walaupun kemudian sadar sedang menggendong Sulha *buyar... buyar...*

Pengalaman tak terlupakan lainnya adalah saat kami terpaksa masuk Melbourne CDB. Maaak... lalu lintasnya mirip banget sama Jakarta, tapi tentunya dengan tampilan yang lebih cakep dan lebih teratur. Usut punya usut beberapa teman yang tinggal di Clayton (kota kecil dekat Melbourne) bahkan nggak berani bawa mobil ke CDB. Kami sempat beberapa kali teriak terkaget-kaget dan salah mengikuti petunjuk peta. Macetnyapun luar biasa (siapa suruh masuk CDB malam Sabtu pas ada pertandingan di Ettihad Stadium??!). Pengendaranya pun lebih metal dibandingkan Adelaide.

Sempat juga melewatkan kesempatan foto bareng Neil DeGrasse Tyson. Uhuhu... nyeselnya pake banget.

Oia... karena sudah kemalaman akhirnya kami menginap satu malam lagi di Warnambool. Besok paginya karena punya waktu lumayan akhirnya disempatkan foto (doang) di Blue Lake Mt Gambier.

Seneng? Banget!! Alhamdulillah dikasih kesempatan untuk jalan-jalan sekeluarga seperti ini. Dan ternyata ada yang ketagihan :) *lirik Bunny*

Terus foto mana fotooo??! Silahkan menikmati. Salam!!

Pink Lake.
Keliatan nggak warna pink-nya?





Mt. Buller










Lighthouse











Twelve Apostles:










Mount Gambier




No comments:

Post a Comment