Wednesday, May 16, 2012

Balada Muntaber


Walaupun sebenarnya agak memalukan juga menulis tentang kisah muntaber beberapa hari kemarin, tapi kayaknya harus deh… Karena ini bukan hanya balada muntaber, tapi juga balada RUM (Rational Use of Medicine), balada jangan jajan sembarangan, dan balada NO PAIN NO GAIN, hehe…
Baruuu… saja seminggu diare berlalu (bahkan kurang dari seminggu), saya sukses kena diare lagi. Berbagai kambing hitam muncul di kepala, mulai dari… 

Nekat coba-coba kopi padahal pencernaan belum genah.
-    Hasil dari betapa doyannya saya dengan mie ayam (walaupun sudah kurang lebih dua minggu saya bertobat dan berusaha makan masakan rumah. Tapi apa daya, ART menghilang bikin rutinitas keteteran). 
      Galon air minum yang diletakkan dekat dengan tempat sampah.
-    Rumah sering kebanjiran sehingga mungkin ada kuman yang nempel di sana sini.
-    Nggak cuci tangan PAKAI SABUN setelah membersihkan pup Ihya.
-    Dan yang terakhir, karena penggunaan berbagai macam obat yang menahan diare.

Sebelumnya, seumur hidup saya belum pernah mengalami gangguan pencernaan separah ini *walaupun kata Buku Pintar zodiac Pisces rentan dengan gangguan pencernaan. Hehe, ngingetnya aja bikin ngakak*. Saya sudah beberapa kali mengalami diare. Sering nggak… Tapi dibilang jarang juga nggak… Diare terakhir mungkin sebenarnya kolaborasi dari berbagai kambing hitam di atas.

Pertama, walaupun saya nggak ada niatan untuk berhenti makan mie ayam dan minum kopi, tapi sepertinya memang saya harus belajar menahan diri dari 2 makanan (dan minuman) ini. Secara teori mungkin nggak masalah, tapi kalo mie ayamnya kena debu jalanan, keringet Abang Mie Ayam, atau bahkan upilnya, jelas bisa bikin diare dooong… Begitu juga dengan kopi. Kopi cukup aman dikonsumsi 1 gelas per hari. Apalagi saya bukan peminum espresso, cuma kopi instan plus krim. Paling banter bikin gemuk. Tapiii… minum kopi dalam keadaan perut kosong atau kelepasan minum beberapa gelas kopi sehari, jelas mungkin menimbulkan masalah pencernaan.

Soal  galon yang diletakkan dekat tempat sampah, sebenarnya saya sudah sadar beberapa waktu lalu. Jadi, sudah sekitar sebulanan dispenser saya rusak. Walhasil kami minum langsung dari galon air dengan bantuan alat pompa sederhana. Fatalnya, saya kelupaan untuk memindahkan markas si galon. Setelah sadar, galon sempat saya pindahkan, tapi ternyata justru dikembalikan ke tempat semula oleh ART yang berpikir bahwa saya sedang “salah tempat” *tepok jidat*.

Soal banjir, tiap banjir melanda kami pasti akan membersihkan rumah yang guede itu… Tapi yah…namanya juga kuman, mungkin aja ada yang nyisa… Saat imunitas sedang turun, tubuh keok… Soal banjir, skip aja lah ya…

Soal nggak cuci tangan pakai sabun, aduh… ini mah dasar banget yah… Khilaaaf…

Dan yang terakhir, mengenai diare kambuhan. Terlepas dari penyebab-penyebab yang lain, saya yakin alasan yang satu ini berperan dalam diare saya yang terakhir. Saat diare di minggu lalu, saya merasakan betapa lemas dan menyiksanya diare. Dan “kesakitan” menggoda saya untuk minum macam-macam obat. Dari mulai kerokan sampai dengan jamu. Padahal saya tahu setahu-tahunya dan sadar sesadar-sadarnya bahwa diare sebenarnya BUKAN penyakit, melainkan gejala.
Tata laksana diare yang saya pahami dari Q&A Smart Parent Healthy Children dan Baby Book adalah “membiarkan” diare (kurang dari 2 minggu) berlangsung sampai dengan berhenti dengan sendirinya. Satu-satunya obat yang dibutuhkan adalah ORALIT untuk mengganti cairan tubuh dan elektrolit yang hilang agar terhindar dari dehidrasi (man…orang lebih cepat mati tanpa minum daripada tanpa air).

Lalu, apakah obat-obat diare yang beredar di pasaran, seperti Imo***m, Di*pet, Di*tabs, dll tidak layak? Saat obat sudah beredar di pasaran, obat tersebut dinyatakan aman sesuai dosisnya. Pun biasanya sudah disampaikan efek samping dan kontra indikasinya. Pun, obat-obat tersebut kan rata-rata mengobati gejala, bukan penyebabnya. Pesan saya sih… Sebagai pesakitan, kita harus bijak memilih obat plus mencari informasi yang akurat mengenai obat tersebut. Selain bijak, kita juga dituntut untuk SABAR. Sabar menunggu tubuh menyembuhkan dirinya…

Terakhir, sakit gini doang saya udah mengerang erang, sungguh kadang manusia suka nggak sadar diri sama nikmat sehat yang Allah kasih… Kemudian, sepanjang saya ingat, saya nggak pernah sebahagia itu ke kamar mandi dan buang air besar dengan kekentalan yang normal seperti hari Selasa kemarin.

*) Judulnya jadi Balada MUNTABER, karena dibarengi sama muntah. Ieuwhh… Jijik sejijik jijiknya. Saya takut muntah, dan selama bisa ditahan akan saya tahan. Namun kemarin, nggak bisa… Tapi, Alhamdulillah yah… jadinya perut malah lebih enak… Hehe.

**) Hisyami Adib, kamu manusia atau… malaikat sih? Baik banget sudah menemani aku di masa sakit kemarin. Jadi jatuh cinta *uhuuuy… lho? selama ini?? Hehe*

2 comments:

  1. kalo kata papah, papah mencret gaar-gara terlalu capek kerja :D

    ReplyDelete