Selasa kemarin, akhirnya suami saya menggenggam barang yang
diidam-idamkannya. Kamera DSLR. Sejak mulai kuliah, saya tahu kalau suami saya
tersayang memiliki minat di fotografi dan desain. Syami mungkin menjadi 3 besar
top of mind di pikiran anak-anak BEM kalau mau minta bantuan soal foto dan
desain. Ini bukan soal kemampuan (saja), tetapi memang karena ia hampir selalu
mau membantu.
Sebenarnya, suami saya mungkin bisa membeli kamera idamannya sejak dulu
kala. Namun, ia terlalu banyak memikirkan kami, orang-orang di sekitarnya,
keluarganya. Jangankan kamera, mau beli sendal baru yang agak mahal saja dia
bilang “nggak”. Bilang “nggak”nya pun nggak pake mikir. Setelah dinasehati,
diyakinkan, baru setuju. Begitu pula dengan kamera. Bukan uang yang sedikit,
tentu saja… Tapi saya dengan senang hati sering meledeknya untuk membuatnya
tergerak untuk membeli kamera.
Saya tahu, tidak seperti barang-barang lainnya, di dalam hati dia pasti
ngiler berat. Saya tahu, setiap pegang laptop dan browsing, yang dicari pasti
kamera lagi…kamera lagi… Dia pun dengan tidak enak hati meminta persetujuan
saya, seperti anak kecil yang sedang minta uang jajan untuk beli permen.
Padahal mah saya ekhlaaas…
Bukan karena saya demen fotografi atau pingin pamer kamera, tapi saya
cuma ingin melihat suami saya (akhirnya) menggenggam barang yang ia
idam-idamkan.
Ini dia, Pentax K100 D:
No comments:
Post a Comment