Hhh… Tarik napas dulu… Serius, saya kehilangan kata-kata…
Semalam Syami bilang kalau dia habis lihat video pemukulan balita oleh
ibunya sendiri. Cukup dengar informasi itu saja sudah bikin saya nyeri. Tiba-tiba
pagi ini ada yang memberikan link video tersebut di group FB. Aduh, bahkan
nyerinya masih terasa sampai sekarang setelah beberapa jam saya melihatnya.
Antara penasaran dan nggak tega, tetapi pada akhirnya saya nggak kuat
melihatnya…
Saya ingat wajah balita yang menangis itu, memohon agar Ibunya berhenti
memukulnya.
Saya mengingat badan sang ibu yang naik turun menahan nafas amarahnya.
Ibu, amarah itu untuk siapa? Untuk anakmu? Atau untuk dirimu yang frustasi?
Saya juga kadang kesal sama Ihya. Tapi, harus diralat, bahwa sebenarnya
saya kesal dan frustasi pada diri saya sendiri karena tidak memahami apa maksud
Ihya. Ihya juga mungkin frustasi karena ia tak dapat menyampaikan maksud dan
keinginannya *kecuali kalau Ihya nenen sambil gigit, aww… no tolerance!! Hehe*.
Bahkan di usia orang dewasa yang ke duapuluh atau tigapuluh sekian
tahun, kita para orang dewasa kadang memiliki kesulitan untuk mengungkapkan apa
yang kita inginkan dan apa yang kita pikirkan. Bagaimana dengan balita yang
bahkan belum fasih bahasa ibunya? Tidakkah sang Ibu sempat berpikir demikian?
Saya lebih sedih lagi karena beberapa orang di sekitar saya begitu mendambakan
seorang anak. Seoraaang… saja. Mereka adalah orang-orang baik dengan perilaku
lemah lembut. Kadang saya bertanya dalam hati, kenapa Allah tidak mengirimkan
anak kepada mereka saja?? Tentu saya hanya menemukan hak prerogatif Allah untuk
menentukan. Bahkan mungkin saya tak patut mempertanyakan.
Ibu, Ayah… *oh, my tears are coming now…*, tak peduli selelah apapun
kita bekerja dan mengurus rumahtangga, tak peduli seberapa anehpun tingkah anak
kita, tak peduli seberapa besarpun peran kita dalam membesarkan anak kita,
mereka tak berhak sedikitpun atas amarah. Yang ada hanya kasih sayang dan
pendidikan…
Sungguh saya bukan orangtua yang sempurna. Saya pernah “nyuekin” Ihya waktu
saya frustasi saat Ihya belum bisa menyusu dengan baik. Atau bernada tinggi
ketika saya lelah dan Ihya justru banyak tingkah.
Nyatanya, kebanyakan amarah kita BUKAN pada anak, melainkan pada diri
kita sendiri atau lingkungan sekitar.
Mari beristighfar banyak-banyak yuk… Mari berdoa banyak-banyak agar
menjadi orangtua shalih… Dari sekian banyak kesempatan amal ibadah selama kita
hidup, hanya 3 amal yang tak putus walaupun kematian datang menjemput. Dan
salah satunya adalah doa anak yang shalih… Ingat rasa syukur kita saat tanda +
(plus) muncul di testpack. Ingat tawa kita saat tendangannya di dalam perut
kuat menghentak. Ingat bahagia kita saat anak kita bisa berkata: Mamah.
Terakhir, ternyata Ibunda yang memukul anaknya tersebut sudah ditangkap
dan dipenjara selama 18 bulan. Sebagian orang bilang terlalu sebentar dan kalau
bisa anaknya jangan kembali pada pengasuhan si Ibu. Tapi, saya yakin, sang anak
sudah amat rindu pada Ibunya bahkan jika sang Ibu pergi beberapa hari saja. Karena
perasaan mereka tulus dan halus… Saya hanya bisa berdoa supaya sang Ibu berubah
menjadi lebih baik, lebih sabar, dan lebih dekat pada Allah. Semoga
masalah-masalah di kehidupannya cepat berlalu. Dan semoga segala luka yang
tertoreh di diri sang anak hilang tak berbekas. Baik di tubuhnya, di
ingatannya, maupun di hatinya… *Anak hebat, yang kuat ya sayang… Maafkan
Ibumu*.
No comments:
Post a Comment