Monday, December 24, 2012

Weaning With Love ala Keluarga Hisyami :)



Cerita WWL sebelumnya sudah pernah ditulis, tapi tetep aja saya gatel untuk kalau nggak cerita secara detail kisahnya *caelah...*.
Bukan gimana-gimana... WWL ini isu penting buat keluarga yang sedang melewati proses yang sama, jadi semoga cerita ini bermanfaat.

-Edukasi Bocah Sejak Dini-
Dini dalam definisi saya adalah satu minggu sebelum ulang tahun Ihya yang ke-2 :p. Itu juga setelah disadarkan orang-orang kalau Ihya sudah gede, udah nggak boleh nyusu, takut manja, and the bla and the bla...
Intinya, rajin-rajin kasih tau anak kalau ia sudah besar. Sebentar lagi sudah tidak nenen lagi, karena anak besar minumnya tidak lagi lewat Ibu, tapi pakai gelas.
Dari pengalaman saya, hindari kata-kata mengejek seperti: ”Ih, masih nenen, malu woooo....”. Umm, Ihya nggak malu sama sekali tuh. Atau mungkin justru rasa malunya termanifestasi dalam bentuk menyusu lebih sering.
Eh, I did that. Tapi ya kemudian, saya berpikir ada cara yang lebih positif. Yakinlah anak kita pintar dan pengertian. Selain itu, nggak ada yang suka diminta beradaptasi dalam waktu singkat.

-Tanpa Manipulasi-
Sudahlah, lupakan cara dengan membuat seolah nenen ibu menjadi pahit atau berdarah. Belum tentu juga si bocah sadar kalau ia dibohongi, tapi tetap aja judulnya begitu. Saya cuma berpikir bahwa proses WWL ini adalah bentuk pendidikan juga. Sebagai guru, mari beri contoh yang baik.
Saya? Wooouw... pernah dong. Hehe. Saking panik mau prosesnya cepet, saya sempat pura-pura menangis tiap Ihya nenen. Walaupun kata-katanya diolah sedemikian rupa supaya jatuhnya nggak boong, tapi rasanya tetap saja nggak sreg di hati. Cuma bertahan 2 hari saja. Hehe.

-Ibu juga Harus Ikhlas-
Percaya atau nggak, ini sulit. Saya, sok tegar pada awalnya. Dan kemudian nangis bombay sambil meluk suami bahwa saya sebenarnya belum rela untuk melepas masa-masa indah ini. Subhanallah, setelah itu rasanya ploooong banget. Saya juga berusaha berpikir jernih bahwa nggak baik juga kalau Ihya tinggal di suatu tahap terlalu lama.

-Tanpa “Kekerasan”-
Halah, judulnya serem yak... Padahal maksud saya di sini, hindari lah proses di mana anak menangis jejeritan mengiba akan nenennya. Emang Ihya nggak pake nangis gitu? Ya pake laaaaah... Kebetulan masa di mana itu adalah masa saat saya sejenak berpaling dari WWL. Tapi, yah... saya gitu loh... Mana tega... Akhirnya saya kasih lagi deh...
Tapi, kemudian saya berkesimpulan, bukan berarti Ibu harus memberikan nen saat anak menangis, melainkan dengan memberikan pengalihan yang tepat dan lagi-lagi, tanpa manipulasi. Misalanya, kalo trik dari saya:
“Eh... ini buku Abang yang baru ya? Kita baca yuk...”
“Bang, ada cicak kecil lagi lari tuh...” (beneran ada cicaknya).
“Nenen seolah-olah aja ya Bang...” (maksudnya nenen pura-pura, cuma ditempel doang)
“Nenen Ayah aja Bang” (untung ayahnya mau bersedia jadi pelipur lara sementara, walaupun kegelian setengah mati).
“Minum air putih aja ya Bang?”.
Kalau masih nangis gero-gero juga gimana? Tergantung... ikuti naluri Ibunya saja... Kalau saya sih lihat situasi. Di awal-awal penyapihan, menurut saya kasih saja. Tapi kalau penyapihan sudah mulai menunjukkan hasil sebaiknya, kasih juga *HAHA*. Jujur, saya nggak ngalamin yang begini. Kalaupun nangis, ya...masih nangis biasa dan mudah dialihkan.

-Menyangkut Fisik lainnya...-
Sebelum tidur, saya kasih makan sebanyak-banyaknya semau dia. Harapannya sih, dia bakal tidur kepulesan karena kekenyangan, hehe. Kadang berhasil kadang nggak.

-Doa-
Kan katanya doa itu mustajab ya? Eh...kita Ibu lho sekarang... Saya simpen ”trik” ini rapat-rapat karena takut riya’, serius.. Tapi, sepertinya sekarang saya buka aja deh... Hehe. Setiap ada kesempatan waktu-waktu mustajab untuk berdoa, mari doakan anak kita dengan doa yang baik, termasuk bisa disapih dengan mudah. Bahkan... menurut saya obat GTM yang paling manjur adalah doa, hehe.

-Peran Ayah-
Penting banget! Terutama untuk...
Ngajak main sebagai pengalih perhatian
Sebagai tempat nenen boongan (ini sekaligus menghibur ya...)
Sebagai penyeimbang ketegasan untuk saya yang menye-menye soal beginian.
Ada yang berpendapat peran Ayah di malam hari saat anak terbangun dan mau menyusu juga penting. Tapi saya agak berbeda, saya memilih untuk meladeni Ihya sendiri, kebetulan cara ini cocok. Saya hanya ingin Ihya berpikir bahwa saya tetap memperhatikannya walaupun ia sudah nggak nen lagi.

Terakhir,
-Every kid is special-
JANGAN pernah terpengaruh dengan proses yang dijalani orang lain jika anda yakin sudah menjalaninya dengan sebaik mungkin. Maka sebelumnya lengkapi diri kita dengan ilmu tentang apa yang terbaik.
Misalnya nih, Bunda (mertua) sudah “mendesak” saya untuk menyapih Ihya cepat-cepat dengan cara mengoleskan sesuatu yang pahit. Eh, eik nggak nyalahin Bunda kok, karena mungkin pada masanya cara demikian lah yang terbaik. Berikan pengertian secara halus. Atau jawab saja dengan senyum dan anggukan.
Misalnya juga, tetangga sebelah sudah pesta-pora karena anaknya bisa begini dan begitu. Ya sudah… Setiap perkembangan anak berbeda kok. Bersyukur saja baha si bocah lebih sulit disapih karena begitu dekatnya ia dengan sang Ibu :)
Semakin tertekan, saya yakin akan semakin sulit. Selain menjalaninya jadi penuh beban, takutnya niat juga jadi melenceng.

Alhamdulillah, akhirnya ketulis juga semua tentang WWL yang ada di kepala. Doakan ya, semoga saya, Ihya, dan Ayah bisa melewati proses WWL ini dengan baik dan dengan hasil yang baik pula.

Selamat ber-WWL

Tambahan: Hari ini usia Ihya sudah menjelang 3 tahun, artinya proses WWL sudah berlalu hampir satu tahun. Tapi anak sulung saya itu masiiih aja suka curi-curi dan cari-cari kesempatan untuk pegang ataupun cium nen saya dengan berbagai modus. Kalau saya sedang merasa biasa aja saya nggak terlalu permasalahkan. Tapi kalau sudah berlebihan dan tidak nyaman saya akan larang. Anaknya pun cuma ketawa jahil. Intinyaaa... sampai sekarang Ihya dan Saya masih berproses, don't rush your weaning.

No comments:

Post a Comment