Friday, August 15, 2014

Siap-siaaap!!

Dalam 2 tahun ke depan, insya Allah saya akan menekuni profesi baru: Ibu Rumah Tangga (IRT). Awalnya memang nggak sengaja, walaupun sebenarnya sudah diniatkan sejak lama (tapi masih maju mundur). Pada bulan Juli 2013 saya pindah kerja ke tempat baru dengan pertimbangan: mendapat gaji yang lebih baik, bagian yang (saya pikir) lebih dekat dengan passion saya di bidang people development, tempat kerja yang tidak terlalu jauh, dan kejenuhan di tempat lama yang sudah membuat hari-hari saya tidak bersemangat. Padahal meninggalkan anak dari pagi sampai sore itu butuh alasan yang kuat lho... Saat itu saya masih ingin bekerja, IRT masih sebatas kepingin kepingin doang dan nggak jelas bagaimana rencana konkretnya.

Januari 2014 saya resign. Padahal secara umum saya cukup bahagia di tempat kerja. Alasannya utamanya karena Papah ingin saya membantu beliau di usahanya. Pada kenyataannya sih saya belum bisa banyak membantu beliau karena ini bidang yang sama sekali baru buat saya: software kontraktor. Namun, saya amat sangat tegiur dengan bayangan bahwa saya bisa punya waktu yang lebih fleksibel bersama Ihya.

Februari 2014 suami mendapatkan beasiswa Master dari pemerintah Australia selama 2 tahun. Saya tidak henti-hentinya bersyukur atas hal ini... Bukan sekedar karena saya bangga dengan pencapaian suami, tetapi akhirnya saya bisa menjadi IRT. Sempat kepikiran untuk kerja serabutan di sana demi menambah tabungan, tapi ndilalah hadirlah bayi kecil di rahim saya... Nampaknya memang Allah mencoba mengingatkan apa keinginan dalam doa-doa saya...

Kenapa sih pingin jadi IRT? Buat saya sederhana saja sih... Saya ingin memberikan standar emas dalam kehidupan anak-anak saya. Gampang? Ya nggak lah... Tapi anak-anak ini yang kelak akan saya pertanggung jawabkan di akhirat kelak. Anak-anak ini yang kemudian akan menuntut saya jika saya lalai terhadap mereka. Walaupun tidak ada larangan untuk Ibu untuk ikut bekerja dan mencari nafkah, tetapi memang telah ditetapkan itu lah tanggung jawab Ayah. Ibu menjadi pendidik anak-anak di rumah.

Semua orang di ibukota ini pasti tahu, biaya hidup itu mahal bung!! Bukan untuk bermewah-mewah lho... Sehingga akhirnya ayah dan ibu terpaksa bekerja. Sampai saat ini pun saya nggak punya masalah saat seorang Ibu lebih memilih untuk bekerja. Lha saya juga begitu kok... Tapi ada masanya, ketika saya berefleksi mengenai tumbuh kembang anak, saya merasa seharusnya saya melakukan yang lebih baik dari apa yang saya lakukan sekarang. Bahkan dengan kondisi saya yang cukup disirikin sama teman-teman (rumah dekat, ART baik, mertua deket rumah), saya merasa ini semua nggak cukup. Saya nggak bisa mengharapkan yang terbaik karena saya juga nggak total. Ini konsekuensi logis. Saya menyerahkan hasil pada Allah anak saya akan menjadi seperti apa dan bagaimana... tapi setidaknya saya memberikan yang terbaik.

Perempuan juga sekarang sekolah tinggi (bahkan terlihat lebih rajin di kelas dibanding teman-teman laki-lakinya... hehe). Wajar lah jika kami mengharapkan itu semua berujung pada penghidupan yang lebih baik. Dan bukan cuma soal uang semata, tetapi juga aktualisasi diri. Deuh... klasik banget ya aktualisasi diri?? Jujur sih... selama kurang lebih 6 tahun saya bekerja, saya lebih merasa cari duit dibandingkan aktualisasi diri. Haha. Ini juga yang membuat saya akhirnya berusaha ikhlas melepas pekerjaan.

Kalau ditanya, nanti soal uang gimana? Saya hanya bisa jawab: nggak tau. Insya Allah setiap orang sudah diatur rezekinya... *bwahaha... sederhana amat ya jawabannya...*. Soalnya selama ini saya tuh ribed, kebanyakan mikir, agak ambisius, dll. Tapi ternyata saya juga nggak puas dengan semua itu. Dan saya sudah beberapa kali menyaksikan bahwa rezeki-rezeki yang dulu ada dari kantong Ibu bisa pindah ke kantong Ayah dengan cara-cara yang tak disangka-sangka.
Kalau ditanya, nanti nggak bosen? Nah... ini sebenarnya lebih mudah... Kalau rezeki urusan Allah, kalau ini urusan saya. Mau saya bosen atau nggak ya ada di tangan saya. Kalau saya ternyata jadi IRT malas ya salah saya sendiri dan saya pasti bisa megubahnya.


Menjelang menyandang status IRT ini saya mencoba berilmu sebanyak-banyaknya dan menyiapkan diri... Semoga ini keputusan terbaik, insya Allah saya mengiringinya dengan niat baik... Bismillah :)

No comments:

Post a Comment