Wednesday, April 4, 2012

Si 15 Bulan yang Menantang

Selama kurang lebih 2 tahun saya menjadi ibu (masa kehamilan dihitung juga dong ya…), ada 3 masa kritis bagi saya dalam menjalani peran saya sebagai orang tua
  1. Saat Ihya berusia 1 bulan dan mulai belajar menyusu. Untuk pertama kali saya merasakan nggak tidur yang sebenarnya saat mengurus bayi kecil. Saya sakit, suami sakit, Mamah sakit. Merasa kelelahan luar biasa. Puncaknya, suatu malam saya membiarkan Ihya menangis dan nggak mau menyusui Ihya. Pakai adegan ninju tembok segala… Hehe. Cerita lengkapnya boleh dilihat di sini kalau penasaran... 
  2. Ihya yang super garendut dan amat doyan nenen ternyata tidak menjamin membuat masa MPASInya akan berjalan dengan mudah. Hampir bisa dikatakan bahwa Ihya nggak punya minat sama makanan sampai ia berusia 9 bulan (mustinya kan 6 bulan Baaang…!!) dan kemudian kembali mogok makan alias GTM. Pola makannya baru bisa dibilang baik setelah usia 12 bulan dan itupun tentunya dengan tantangan yang selalu menyertai. Ada masa-masa di mana saya sampai menangis karena Ihya nggak mau makan. Bayangkan… Ihya sampai sakit-sakitan, kulitnya pucat, tapi tetap setia tutup mulut.
  3. Ini nih yang bakal saya ceritain…
Setelah satu tahun, si kecil bisa dibilang bukan bayi lagi. Ia sadar bahwa ia diperhatikan. Mulai memiliki keterikatan emosi yang berbentuk dengan para significant others. Mulai bisa juga menampilkan emosinya.

Kalau pengalaman dengan Ihya nih, nangis ala bayi udah nggak jaman. Ihya bahkan bisa PURA-PURA nangis atau menangis sambil posisi sujud untuk menunjukkan “kepedihannya” atau sebagai bentuk protes saat keinginannya tidak terpenuhi. Di sisi lain, Ihya mulai menunjukkan keengganannya untuk berpisah dengan saya. Yang biasanya anteng berubah jadi cranky kalau saya ada di sisinya, bahkan menangis menjerit-jerit. Selain itu, yak, saya jadi saksi hidup bahwa negativitas pada batita itu benar-benar ada Jendral!! Ditawarin nenen sekalipun Ihya akan geleng-geleng sambil bilang “mau..!!” (maksudnya nggak mau). Ihya juga mulai nunjuk ini itu tapi kemudian menolak saat diberikan. Nggak konsisteeen…

Dan banyak perilaku-perilaku lainnya yang cukup mengejutkan untuk saya. Karena selama ini, buat saya Ihya anak yang begitu penyabar dan nggak cengeng. Amat sangat membantu saya dalam merawatnya. Buat saya, Ihya seperti anak manis yang nggak banyak minta. Tapi apa yang saya hadapi sekarang benar-benar berbeda.

Puncak rasa frustasi saya adalah hari Sabtu kemarin. Suami kerja (kamu rajin amat sih Bun…). Bilangnya pulang jam 13, eh…nggak tahunya dapet kerjaan tambahan yang bikin Syami baru pulang maghrib. Udah gitu, rumah habis kebanjiran pula, jadilah rumah kapal pesiar itu (saking gedenya…) terasa seperti Titanic menjelang tenggelam. Pada saat itulah Ihya menunjukkan aksinya… Wuah… saya bener-bener dibuat kewalahan… Ihya nangis tanpa henti, maunya digendong (tanpa gendongan), dan gairahnya untuk memegang benda-benda yang seharusnya tidak dipegang amat tinggi. Ditambah lagi, rasa capek yang serasa dirapel karena hari Kamis tugas keluar kota dan di sepanjang minggu itu Ihya belum punya pengasuh baru.

Saya nangis loh, saking bingung dan nggak tahu mau ngapain… Saya juga sempat membentak Ihya supaya dia diam. Jangan ditiru ya… Saya nyesel banget dan cara tersebut terbukti TIDAK BERHASIL (sama seperti memaksa anak GTM makan).

Huhu… Saya sedih banget. Saya bener-bener takut nggak bisa mendidik Ihya dengan baik. Rasa percaya diri saya juga sempat luntur saat Bunda bilang kalau di rumah (saat saya tinggal) Abang baik-baik saja dan anteng. Kemudian, hari Senin saya teringat sama seorang teman yang pernah menulis tentang tantrum pada anaknya (bukan anak orang lain ya… hehe). Saya ngobrol dengan dia dan kemudian merasa jauuuh lebih tenang karena ternyata masa-masa itu hampir dialami setiap batita. Ditambah lagi di hari berikutnya teman saya yang lain menyampaikan pengalaman yang kurang lebih serupa tentang anaknya.

Bismillah, saya coba pasang stok sabar yang banyak. Sambil menghembuskan mantra buat diri sendiri: ini wajar… ini normal… saya bisa… Ihya anak baik… berulang-ulang. Dan yeaaah!! Lagi-lagi berpikir positif melaksanakan tugasnya dengan baik. Di malam Selasa saya mengajaknya main dengan pasang stok sabar sebanyak mungkin, begitu pula saat meninabobokannya… Di malam Rabu bahkan kami bermain dengan sangat asyik dan menyenangkan. Saya juga dapat “kado” Ihya sudah bisa bilang “uaaa” saat saya bernyanyi lagu Burung Kaka Tua. Menjelang tidur Ihya sempat nangis karena saya larang untuk menggigit dan memuntir puting payudara. Tapi, saya coba konsisten untuk memberi tahu Abang bahwa hal tersebut tidak boleh.

Saya cuma bisa bersyukur… Saya tahu Abang punya bibit sanguinis yang cukup terlihat. Ia pemberani, senang dipuji, dan sangat ekspresif baik segi verbal maupun non verbal. Seharusnya saya sadar dan sabar dari dulu ya… *tapi nggak akan ada tulisan ini dong…*. Hehe. Kalau diinget-inget, perkembangan emosinya sebenernya sebuah kesenangan tersendiri untuk saya karena kami bisa “mengobrol” lebih interaktif.

Selain itu, saya juga jalan-jalan ke situs ini untuk belajar lebih lanjut. Dan tertera sebuah pernyataan yang amat menenangkan:

No comments:

Post a Comment