Friday, March 2, 2012

Lagi-lagi, Soal Ibu Bekerja…

Hari Jumat, jam 11.37, dan (untuk sementara) nggak ada kerjaan, nulis aaah… *ati-ati diketok Bu Wati, hehe*.

Doooh… tetep ya, ini jadi topik favorit banget. Buat saya, dan saya yakin buat kebanyakan Ibu yang bekerja di luar rumah. Mungkin secara alamiah manusia memang makhluk ekstrovert. Senang membahas berkenaan dengan dirinya, baik diumbar ataupun lewat ilmu kebatinan (membatin seorang diri, maksudnya…). Begitu juga saya. Gara-gara sifat dasar (atau kepribadian yah? Aduh… lagi-lagi bakal digetok Mas Budi, dosen Keprib I dan II, hehe) manusia tersebut, rencana ke Gramedia untuk beli dompet-menuju kasir-bayar-pulang jadi merembet ke beli dompet-menuju kasir-melipir ke rak buku-timbang…timbang-beli dompet dan BUKU!!



RUMAH COKLAT, karangan Sitta Karina. Singkatnya, novel Rumah Coklat itu cerita tentang seorang ibu bekerja yang “tertampar” saat anaknya mengigau bahwa ia menyayangi pengasuhnya. Mulai dari sana lah hidupnya terusik, tapi positif sih… Setelah itu sang Ibu mencoba berubah jadi lebih baik, bahkan akhirnya jadi ibu rumah tangga dengan sampingan sebagai seniman lukisan cat air.

Indah ya, akhirnya… Saya juga mau kaya gitu… Nggak tahu kapan, tapi yang jelas saat ini masih ngejar beberapa hal terkait pekerjaan. Kadang bertanya-tanya juga dalam hati: “gue egois nggak ya, mikir kayak gitu?”. Stop, sampai sini perbincangan dan pemikiran udah super panjang. *tarik napas dulu…*

Sori, OOT, tiba-tiba terbayang mata bening Ihya tadi siang. Yang bangun dengan tenang karena tidur cukup dan perut kenyang. Ganteng…ganteng…Lucu!! Haha, iya lah…buat semua Ibu pasti anaknya ganteng/cantik dan lucu. Perasaan kemudian teraduk antara haru, sedih, dan bahagia… Dan bingung mau nulis apa lagi…hehehe.


Okay, sekarang saya udah inget!! Quality time…quality time…quality time… Cuma itu yang bisa saya dan Bunny usahakan. Yang orang-orang bilang sebagai me-time pun udah nggak terlalu penting buat saya. Saya sepakat bahwa menikah dan punya anak bukan berarti nggak bisa “seneng-seneng”, tapi sementara ini seneng-senengnya bertiga dulu lah. Atau berempat kalau anak kami dua nanti. Anak-anak hanya sebentar “nyantel” sama orangtuanya. Bahkan di usia SD mereka lebih senang bermain dengan teman-temannya, dan itu normal. Suatu hari mereka juga akan menikah dan memiliki keluarga sendiri. Sebenarnya, periode kita “digandulin” sama mereka cuma sebentar. Tapi, masa-masa itu amat penting dan nggak bisa diulang. Nggak, saya nggak mau menyesal demi hal-hal sepele… Saya yakin nggak ada yang mau. Tapi kalau yang namanya komitmen itu gampang, bahagialah Indonesia…Haha. Liat sisi yang lain saja ah… Di sana lah perjuangannya, seninya. Karena jalan menuju syurga penuh duri dan kerikil.

No comments:

Post a Comment