Sekarang
usia Ihya 15 bulan. Kalau kami berniat memasukkan Ihya ke KB (Kelompok
Bermain), berarti waktu yang tersisa bagi kami untuk berpikir tinggal 21 bulan.
Ini belum ngomongin soal biaya pendidikan yang bikin nganga sampe mulut pegel
ya... Baru soal memilih sekolah (atau mungkin lebih tepatnya jenis sekolah)
yang tepat dan sesuai dengan visi kami dalam mendidik anak-anak kami (btw, kalo
dari tadi saya menyebut “kami”, itu berarti saya dan suami ya...).
Saya
rasa, setiap orang tua akan setuju bahwa hal yang terpenting adalah pendidikan
moral dan akhlak sesuai dengan rujukan terpercaya dalam masing-masing keluarga.
Untuk kami yang beragama Islam, ya sesuai Al-Quran dan Sunnah. Buat yang
beragama lain, ya sesuai dengan kitab suci dan keyakinannya masing-masing. Dan
buat yang nggak memeluk agama apapun, pasti tetap memiliki standar nilai-nilainya
sendiri. Dan, pendidikan moral-akhlak ini bukan sekedar soal hapalan surat atau
belajar mengaji ya... Itu penting, titik, tapi bukan sekedar itu (jadi
apaaaaa?? Hehe).
Cinta
pada Allah dan Rasulullah. Beradab baik. Berbuat dan melangkah atas dasar
takwa. Itu susah. Nggak ada sekolah yang menjanjikan hal-hal tersebut, karena
menurut saya, hal tersebut memang bukan jatahnya sekolah, itu adalah jatahnya
orangtua. Tapi, seperti diketahui bersama, anak (kecil-remaja) adalah makhluk
yang cerdas, pintar, dan luar biasa mudah untuk menyerap apapun yang menarik hati
dan pikirannya. Sementara secara emosional, mereka belum matang. Baik hari ini
belum membuat urusan selesai, karena esok hari mungkin ada pengaruh kurang baik
yang singgah pada mereka. Dan kematangan emosional yang belum sempurna bisa
menyebabkan mereka tertarik atau memilih hal yang kurang baik tersebut. Jadi,
ini bukan cuma soal menanamkan apa yang menjadi “jatah” orang tua seperti yang
saya sebutkan di atas, tetapi memilihkan lingkungan yang tepat untuk memelihara
dan menjaga apa yang sudah ditanamkan.
Nah,
bagian yang “tricky”-nya lagi
adalah... Memberikan yang terbaik tidak selalu memberikan yang baik-baik.
Sepakat nggak? Kadang... sakit, pedih, susah, jelek, pada taraf tertentu justru
makin menguatkan pribadi anak menjadi individu yang baik, tahan banting, atau
banyak predikat positif lainnya.
Itulah
yang menjadi pegangan utama, akhlak. *hela napas panjang-panjang...*.
Kecerdasan intelektual? Penting juga dong... Tapi saya sepakat dengan Aki
Gardner bahwa kecerdasan bukan sebatas yang bersifat logis atau matematis. Jadi
soal itu, saya akan berusaha agar-agar anak-anak kami kelak berkembang sesuai
dengan bakat dan passion-nya.
Oke,
balik pada topik semula, soal memilih pendidikan untuk anak. Kalau boleh
disimpulkan, saat ini pendidikan ada yang berlangsung di dalam institusi
tertentu dan di rumah (homeschooling).
Daaan... Soal ini pun kami belum bahas tuntas. Hahaha.
Okeh,
saya pasti akan bahas ini dengan suami soal ini. Saya sempat tergoda, sangat
tergoda dengan homeschooling. Sebenernya ide homeschooling sudah agak lama
masuk peti. Tapi gara-gara baca bukunya Ayah Edi, jadi kepikiran lagi deh...
Idealnya, homeschooling (sebut dengan sekolah rumah aja ya...) akan memberikan
pendidikan yang telah dikustomisasi sedemikian rupa dengan bakat dan kebutuhan
anak. Untuk anak yang senang melukis, misalnya, maka hal itulah yang harus
senantiasa diasah dan dikembangkan. Sedangkan hal yang lain mendapat porsi
wajar-seadanya saja. Soal hubungan sosial dengan anak lain pun nggak serta
merta tertutup kok. Kan ada teman sepermainan di rumah, kakak-adik, atau
komunitas sekolah rumah yang sekarang sudah mulai banyak. Peran serta dan
keterlibatan orangtua yang besar juga memperbesar kesempatan anak-orangtua
untuk membangun ikatan emosional yang kuat.
Aih,
indahnya. Untuk saat ini saya cuma bisa bilang bahwa sekolah rumah yang belum
awam dan kebutuhan akan komitmen orangtua yang luar biasa bikin saya deg-degan
dan masih belum berani mengambil pilihan ini.
Umm,
oke, ini mungkin menyebalkan, tapi sepertinya tulisan ini akan bersambung,
karena tadinya arah tulisan saya bukan ke sini, tapi kok jadi dalem banget
ya... hehe. Sekalian cari tahu lebih banyak tentang berbagai pilihan metode
pendidikan.
(bersambung...
*Ya Allah, kuatkan niatku untuk menulis sambungannya, hehe*)
No comments:
Post a Comment