Pilihlah muslimah yang baik agamanya. Ibu
tahu dan paham, yang rupawan, keturunan terpandang, dan banyak hartanya mungkin
membanggakan. Tetapi Rasulullah sudah tetapkan. Maka kita turuti saja, agama
yang paling utama. Semoga engkau juga mampu memantaskan dirimu baginya.
Pilihlah ia yang berhijab rapi. Ya… Ibu tahu,
hijab memang bukan jaminan. Paling tidak bertambah satu kepatuhannya pada
perintah Allah. Ia pula yang kelak akan mendidik anak-anak perempuanmu untuk
berhijab. Mari kita permudah saja tugasmu.
Pilihlah ia yang mencintai keluarganya dengan
tulus, karena kelak (cepat atau lambat) ia akan mencintai keluarga kita dengan
sama tulusnya. Istrimu kelak akan menjadi pintu hubungan Ibu dengan kamu dan
anak-anakmu.
Pilihlah ia yang cerdas dan haus ilmu, karena
ia yang akan mendidik anak-anakmu. Dukunglah jika ia ingin menuntut ilmu setinggi-tingginya.
Jangan ajak calon istrimu untuk hidup susah. Jaman
kini perempuan bekerja banting tulang untuk memperbaiki taraf hidup diri dan
keluarganya, masa kau tega ajak ia hidup susah??
Namun, pilihlah ia yang
sederhana dan tidak terlampau cinta pada dunia. Agar kelak saat Allah
berkehendak lain, ia tetap tegar bersamamu.
Menikah memang harus disegerakan, tapi
pastikan kau mampu untuk bertanggungjawab akan kehidupan istri dan anakmu
kelak. Ibu dan Ayah tentu bersedia membantu. Tapi dengan mandiri nilaimu tentu
akan bertambah.
Menikah itu kebaikan. Walimah juga sebuah
kebaikan. Namun, tak perlulah kita bermegah-megahan, apalagi jika uang
pas-pasan. Niscaya kesederhanaanmu akan berbicara tentang bagaimana engkau
teguh dalam pendirian. Jika engkau ingin walimah yang sederhana, maka
insyaAllah Ibu dan Ayah akan mendukungmu.
Ibu pernah merasakan sedihnya harus berjilbab
pendek saat menikah. Sedih karena di saat Ibu ingin beribadah dan meraih ridho
Allah, justru berkurang kepatuhan Ibu padaNya. Tak usah pula disebutkan wajah
yang menor dengan make-up aneka warna. Belum lagi melihat pengantin yang
terpaksa melewatkan waktu sholat karena tak mau make-up di wajahnya luntur. Ada juga yang memaksakan adat istiadat sehingga mendekati syirik. Ah…
miris betul. Nanti pernikahanmu jangan sampai seperti itu ya Nak, insyaAllah
Ibu akan bantu sekuat tenaga.
Foto pre-wedding memang sedang jadi tren saat
ini, mau kamu ikuti juga tidak masalah. Asal jangan karena beberapa lembar foto
lantas berkurang keberkahan dalam pernikahanmu. Jika belum menikah, pegang-pegangan
ya tetap zina namanya. Apakah itu yang akan kita banggakan dan dipajang untuk
dilihat tamu-tamu undangan?
Muliakanlah istrimu dengan menjadikan
satu-satunya bidadari di dunia, tidak akan pernah habis kebaikan dari seorang
istri yang kau pilih dengan menimbang keimanannya.
Ajaklah istrimu untuk bermanfaat bagi umat. Dunia
terlalu besar untuk dilewatkan selamanya di dalam rumah. Ajak ia keliling dunia agar semakin nampak kebesaran Allah di mata kalian.
Setelah menikah, simpan rapat masalah kalian
untuk kalian berdua, InsyaAllah kalian akan mendewasa. Ingatlah, cinta tidak
akan selamanya membara. Syaithan tidak akan pernah berhenti menggoda. Setiap
hari adalah ujian dan cobaan. Namun, pernikahan tidak semata-mata soal cinta.
Pernikahan adalah janji yang kamu buat atas nama Sang Pencipta, tidak ada yang
lebih baik selain menjaganya.
***
Tulisan ini semacam dialog imajiner antara
saya dan Ihya. Ihya baru berusia 3 tahun. Pernikahannya mungkin masih belasan
tahun di depan. Ini hanya pesan saya sebagai seorang Ibu. Siapa tahu saya nggak
sempat berpesan kepada Ihya soal ini. Semoga suatu hari nanti kamu membacanya
ya Nak…
*) Oia, tulisan ini juga sebenarnya
universal. Bisa untuk anak laki-laki ataupun perempuan, tinggal menyesuaikan saja :)
No comments:
Post a Comment